BERISIK (Berdikari Dari Musik)

Berdikari Dari Musik 
Bincang-bincang bagaimana sebuah band bisa berdikari dan bersinergi dengan pihak lain


Satu-satunya talkshow di RRREC Fest In The Valley yang saya ikuti dari awal adalah talks dengan tema BERISIK = BErdikasi daRI muSIK. Talkshow yang dipandu oleh Saleh Husein (Seniman, Musisi) menghadirkan 2 narasumber yaitu Lil Boit (owner Omuniuum) dan Rudolf Dethu (Manager, Propagandis).


Jualan Buku Gak Bikin Kaya


Awalnya Omuniuum hanya berjualan buku. Secara terang-terangan, Lil Boit mengatakan kalau hanya jualan buku ternyata gak bisa bikin kaya. Kemudian mulai merambah ke hal lain yaitu jualan merchandise band. Tapi, karena Boit merasa minim pengetahuan tentang band lokal, maka menonton berbagai konser band lokal pun mulai dilakukan. Kemudian mulai mendekati beberapa band lokal untuk meminta izin berjualan merchandise band tersebut secara resmi.

Gak selalu gayung bersambut, sih. Ada band yang mengabaikan ajakan Boit. Tapi, setelah beberapa waktu kemudian justru band tersebut yang mengajak bekerjasama. Untuk media berjualannya karena dulu belum ada Instagram jadi melalui Multiply, Kaskus, atau lainnya.

Menurut Boit, biasanya kalau sebuah band membuat merchandise jarang ada yang rapi produksinya. Untuk itulah Omomuniuum mengajak kerjasama dengan modal 50:50. Omomuniuum yang memproduksi merchandise tersebut dengan nama band. Oleh karenanya nama band lah yang harus dibesarkan. Karena semakin besar nama band maka penjualan merchandise pun semakin lancar.

Dari penjualan merchandise, sebuah band bisa memproduksi CD, membiayai rekaman, dan lain sebagainya. Tradisi merchandise ini biasaya ada di musik metal. Kemungkinan karena awalnya bisnis merchandise dianggap receh sehingga band pop enggan memikirkan merchandise. Baru 3 tahun ini saja band pop mulai memikirkan merchandise. Itupun band pop yang merchandisenya digemari biasanya mempunyai fan base metal.


Kekuatan Story Telling dan Pentingnya Identitas Band


Kalau Boit menceritakan tentang geliat bisnis merchandise band di Bandung, maka Rudolf Dethu menceritakan pengalamannya dalam berbisnis musik. Pria yang pernah jadi manajer Superman Is Dead ini mengaku bukanlah orang yang paham bisnis. Story telly adalah keahliannya. Di radio, Yahoo Groups, dan dimanapun Rudolf Dethu selalu ber-story telling tentang musik.

Banyak yang tertarik dengan kisah yang diceritakannya. Kepiawannya ber-story telling ini juga mengantarkannya menjadi manager Superman Is Dead (SID). Pernah bekerja di kapal pesiar selama 5 tahun tapi kemudian berhenti karena merasa bukan passionnya. Kemudian, sempat menjadi penyiar radio dan fashion designer, 2 bidang yang disukainya. Bahkan SID sempat menjadi 'manequinnya' secara tidak sengaja.

Pekerjaan yang dilakukan dengan passionate biasanya akan jalan, begitu menurut Rudolf Dethu. Di era social media ini, foto sangat bisa mendukung story telling. Tip lain yang diberikan Rudolf Dethu adalah untuk lebih 'cerewet' di social media. Misalnya, kalau Sahabat Jalan-Jalan KeNai upload foto, jangan hanya memberi caption 'Bunga', 'Bogor', atau apalah yang cuma singkat. Apa, siapa, kenapa, atau bagaimana? Berceritalah agar banyak orang yang tertarik dengan foto dan cerita yang diupload.

Bangga dengan identitas juga tip lain yang diberikan olehnya. Rudolf Dethu menyayangkan bila bertemu dengan sebuah band dan ditanya genre, maka mendapatkan jawaban kalau mereka bukanlah band yang suka mengkotak-kotakkan diri. Padahal menyebutkan genre bukan bermaksud untuk mengkotak-kotakkan tapi bagian dari identitas. Seperti halnya sejak lahir sudah diberi nama oleh orang tua sebagai salah satu identitas diri. Genre pun bisa jadi identitas untuk mengenalkan diri.

Bahasan selanjutnya adalah tentang space. Menurut Boit, keberadaan space itu penting banget. Awalnya space biasanya dipakai buat nongkrong. Dari sekadar nongkrong, ngobrol ngalo-ngidul, dan sebagainya kemudian bisa melahirkan ide-ide kreatif.

Hanya sampai situ reportase saya karena keburu ketemu teman SMA. Trus, ngobrol ma teman dan akhirnya saya lanjut cari aktivitas lain hehehe.

[Silakan baca: Piknik Asik RRREC Fest In The Valley]

Post a Comment

14 Comments

  1. Di musik metal merchandise malah laku ya, Mbak :)

    ReplyDelete
  2. SID?

    wow, itu band yang sempat jadi idola waktu sma dulu :)

    ReplyDelete
  3. namanya unik yaa , lil boit :D aku tuh juga penyuka musik2 rock mba, tp malah ga pernah beli merchandise2 dari band rock kesukaanku ;p.. mungkin krn sekedar suka dgr musiknya aja kali ya, ga sampe fanatik k orang2nya, jd ga terllau tertarik beli barang2 merchandisenya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selain NKOTD *jadul banget, ya* kayaknya saya juga gak pernah beli merchandise musik hehehe

      Delete
  4. Seru acaranya. Saya suka deh acara gini. Ceritain pengalaman saat menuju berdikari. Banyak ilmu yang didapat. Ita banget, pekerjaan yang dilakukan dengan passion, pasti akan jalan dan langgeng. Meski harus jatuh dan bangun terus menerus. Tfs, mak chi...

    ReplyDelete
  5. Saya kalo beli cd-cd musik indie pasti ke omu(nium). Jajan tshirt indie juga di omu. Pokoke omu pusat jagad raya perindie-an di bandung :D my heaven!

    Bener sih itu klo jual buku aja pasti gak laku. Formula yg sama juga dipake Tobucil & Kineruku, dua toko buku di Bandung. Mesti ada aktivitas/produk lain biar laku. Kasian oge sih tapi mungkin justru itu mesti kreatif yak :D

    ReplyDelete
  6. Betul memang,jualan buku ga bikin kaya hehehe... tapi semoga bisa mengayakan pembacanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iiya, Mbak. Tapi memang ada pertimbangan lain juga dari sepertinya :)

      Delete

Terima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)