Buku "Dalam Dekapan Zaman", Memoar Perjalanan untuk Bumi yang Lebih Baik

Bicara tentang krisis iklim, saya sering resah akan masa depan anak-anak. Dulu, rasanya iklim mudah sekali ditebak. Januari - Juni adalah musim panas, sedangkan Juli - Desember masuk musim hujan. Almarhumah tante saya pernah bilang bulan yang berakhiran -ber itu artinya musim hujan.

buku dalam dekapan zaman memoar pegiat harmoni bumi

Mudah sekali ya menebak cuaca pada masa itu. Tapi, sekarang sampai awal November, masih aja terasa gerah dan sangat jarang hujan. Banyak kejadian mengejutkan dan mengkhawatirkan akibat krisis iklim.

Saya baru saja menuntaskan buku "Dalam Dekapan Zaman - Memoar Pegiat Harmoni Bumi" karya ibu Amanda Katili Niode, Ph.D. Merayakan 50 tahun perjalanan ibu Amanda sebagai pegiat harmoni bumi.

Dari buku ini, saya mencatat banyak poin menarik yang menyentuh hati saat membacanya. Khususnya bagi saya sebagai seorang ibu dari 2 anak remaja dan juga sebagai travel blogger. Mari saya ulas satu per satu.


Story Telling tentang Mengenal dan Mencintai Bumi hingga Krisis Iklim


storry telling tentang mengenal dan mencintai bumi hingga krisis iklim
 
Beberapa tahun yang lalu, saya mulai menyimak tentang storytelling, dan bagaimana metode ini membantu komunikasi krisis iklim. Bertutur tentang berbagai kisah, sekarang dianggap sebagai bagian dari solusi krisis iklim. Fakta dan data saja, tulis Mauro Buonocore di situs Climate Foresight, tidak cukup untuk membuat masyarakat sadar akan perubahan iklim. Guna mendapatkan perhatian penuh dan membuat masyarakat paham, perlu penuturan kisah atau storytelling yang menggugah.

(Dalam Dekapan Zaman, Bab 07 - Membawa Perubahan dengan Kata, Hal 213)


"Dalam Dekapan Zaman - Memoar Pegiat Harmoni Bumi" menceritakan tentang perjalanan ibu Amanda Katili sebagai sosok yang aktif dalam bidang lingkungan hidup, perubahan iklim, dan keberlanjutan (sustainability). Perjalanan panjang selama 50 tahun berperan aktif menjaga bumi.

Buku ini memiliki tebal lebih dari 400 halaman. Terbagi dalam prolog, 11 bab, dan epilog. JAngan abaikan juga 17 testimoni dari para tokoh ternama yang peduli dengan berbagai isu lingkungan hidup.

Tentu bukan seperti buku saku yang mudah dibawa ke mana-mana. Tetapi, sejak membuka halaman pertama, saya merasakan narasi yang kuat. Berasa seperti sedang mendengarkan bu Amanda bercerita perjalanan hidupnya. Jadi, ini bukan membosankan, justru saya menikmati buku ini halaman demi halaman.

Masih di Bab 07 - Membawa Perubahan dengan Kata, storytelling dikatakan tidak hanya dalam bentuk tulisan. Tetapi, bisa juga dalam bentuk komik, grafis, atau lainnya. Seperti yang disampaikan Dr. Dwinita Larasati, Pengajar pada Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung dan juga climate reality leader, ada 4 langkah yang perlu dituangkan secara visual, yaitu

    1. Pesan apa yang ingin disampaikan?
    2. Bagaimana informasi akan disampaikan? Dengan cara lucu, terkejut, atau lainnya?
    3. Siapa yang menjadi target audiens?
    4. Kapan pesan itu akan disampaikan?

      Sebagai blogger, apapun niche-nya, saya rasa juga bisa menerapkan 4 langkah tadi. Misalnya, sebagai food blogger bisa membuat tulisan tentang limbah pangan (food waste).
       
      Menurut Indeks Keberlanjutan Pangan dari Economist Intellengence Unit, beberapa tahun lalu, Indonesia adalah pembuang makanan terbesar kedua di dunia dengan hampir 300 kg makanan per orang setiap tahun. Bandingkan dengan Saudi Arabia sebesar 427 kg dan Amerika Serikat sebesar 277 kg.

      (Dalam Dekapan Zaman, Bab 10 - Mengangkat Citra Kuliner Lokal, Hal 311)


      Miris, ya! Di saat masih banyak masyarakat yang untuk makan aja susah karena tingkat ekonomi, tapi peringkat limbah pangan terbesar kedua di dunia.

      Konten-konten tentang kuliner saat ini sedang banyak digemari. Kita bisa membuat konten dari 4 langkah tadi. Jangan sekadar ngonten, tapi kemudian tidak dihabiskan makanan/minumannya. Buatlah konten yang positif untuk diikuti oleh audiens.

      Berasa gak cuaca sekarang semakin panas?

      Nah, ternyata salah satu penyebabnya bisa berasal dari pembusukan sampah makanan yang kemudian menghasilkan gas metana. Lapisan ozon jadi semakin tipis. Suhu bumi pun meningkat. Bisa berimbas ke kesehatan masyarakat hingga perekonomian. Jadi, dampak food waste memang tidak sepele.


      Mencintai Bumi dengan Mulai Mengenal Nilainya


      mencintai bumi dengan mengenal nilainya

      Dalam sebuah percobaan di Jepang, tulis Jill Sutie untuk Mind & Body, peserta diminta untuk berjalan kaki di hutan atau di pusat kota untuk kemudian diukur detak jantung dna tekanan darah masing-masing. Mereka juga diminta mengisi kuesioner tentang suasana hati, tingkat stress, dan aspek psikologis lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka yang berjalan di hutan memiliki detak jantung yang secara signifikan lebih rendah, sikap yang lebih santai, serta suasana hati yang lebih senang dibandingkan yang berjalan di perkotaan.

      (Dalam Dekapan Zaman, Bab 01 - Mengenal Bumi, Nilai, dan Nasibnya, Hal 07)

       
      Ketika membaca paragraf tersebut, saya tersenyum dan berpikir. Hmmm ... mungkin itu juga yang membuat suami saya lebih bersikap santai dan senang dibandingkan istrinya. Jadi inget zaman kuliah, suami dibilang anak gunung dan saya anak kota oleh teman-teman. Kemudian, beberapa teman kaget ketika saya mulai ikutan hobi suami jalan-jalan di alam terbuka. Bahkan saya mulai naik gunung pertama kalinya ketika usia hampir 35 tahun.

      Saya sendiri juga gak pernah berpikir suatu saat akan naik gunung. Apalagi di atas usia 30 tahun. Bawa anak-anak pula yang masih pada kecil. Tapi, ternyata saya sangat menikmatinya. Meskipun mengklaim sebagai pendaki kura-kura karena saya mendaki dengan sangat lambat. 

      Apakah Aku seorang aktivis perubahan iklim?

      (Dalam Dekapan Zaman, Bab 02 - Menggalang Memoar untuk Bumi, Halaman 57)


      Dalam tulisan berjudul "Aktivis Iklim dan Pelaku UMKM", mbak Karida Humaira Niode menceritakan mengalamannya di berbagai aktivitas tentang perubahan iklim. Tetapi, di bagian akhir tulisan ada pertanyaan yang ditujukan untuk diri sendiri, "apakah Aku seorang aktivis perubahan iklim?" 

      Pesan dari Mbak Karida, teruslah mencari pengalaman. Terus menjaga bumi di mana pun kita berkiprah.

      Kurang lebih seperti pertanyaan "apakah saya seorang pecinta alam?" Menurut saya pribadi, seorang pecinta alam tidak hanya untuk mereka yang senang naik gunung. Bahkan faktanya, ada beberapa pendaki yang masih kurang tanggungjawabnya. Misalnya, naik gunung hanya untuk konten. Padahal tetap buang sampah sembarangan.

      Pecinta alam sejatinya benar-benar mencintai dan menjaga bumi di mana pun dia berada. Misalnya, lebih memilih naik transportasi umum daripada membawa kendaraan pribadi, menanam tanaman di halaman, bijak penggunaan plastik, dan lain sebagainya.

      Pada bab 08 - Menginspirasi Melalui Climate Coaching, hal 245, Dr. Isabel Rimanoczy, pionir Sustainability Mindset for Coaches menganjurkan latihan One Hour in Refflective Essay. Setelahnya, pelaku diminta menulis apa yang dialami dan dirasakan selama 1 jam tersebut. Tentunya, ada 9 syarat yang harus dipenuhi untuk berdiam diri di alam terbuka selama 1 jam, yaitu:


        1. Tanpa telepon seluler
        2. Tidak membawa hewan kesayangan
        3. Tiada teman atau pasangan
        4. Bukan sambil mengendarai sepeda
        5. Tidak sambil berolahraga
        6. Jangan di halaman rumah sendiri
        7. Tidak sambil makan atau piknik
        8. Jangan membawa catatan atau menulis
        9. Tanpa membawa dan membaca buku

          Ingin sekali saya mempraktekkan latihan One Hour in Refflective Essay. Sudah langsung terbayang tempat mana yang akan saya tuju dan bisa memenuhi 9 persyaratan tersebut. Sayangnya saat ini waktunya belum ada.

          Tetapi, bukan berarti saya tidak berusaha mencoba. Ya, meskipun ada beberapa persyaratan yang tidak saya penuhi. Saya perginya ditemani suami. Tetapi, tetap ada beberapa hal yang bisa saya rasakan dari perjalanan tersebut.

          Kami mendatangi Taman Ria Rio di Pulo Mas, Jakarta. Taman ini menjadi ruang terbuka untuk berolahraga, sekadar duduk, piknik, bahkan ada juga yang gathering. Selain memiliki waduk, keunikan di sini adanya 2 pohon baobab yang sangat besar.

          Ini kunjungan kedua kami ke sana. Kunjungan pertama sekitar awal tahun 2020. Sebelum Covid-19 masuk Indonesia. Pada saat itu, daunnya sedang tumbuh dengan lebat. Kunjungan kami kali ini, pohon baobab sedang meranggas. Bahkan di salah satu pohon sudah tidak terlihat daun sama sekali.

          Entah sudah berusia berapa tahun pohon Baobab di taman ini. Pohon baobab dikenal sebagai pohon yang berumur sangat panjang. Bisa ribuan tahun usianya. Saya jadi membayangkan, andai pohonnya bisa bercerita tentu banyak sekali yang bisa diceritakan, termasuk perubahan iklim di sana.

          Ketika pohonnya sedang meranggas, tentu saja saya tidak bisa merasakan keteduhan. Tetapi, bukan berarti tidak menikmati suasana di sana. Saya pun melakukan beberapa pengamatan.

          Ada lansia yang sedang taichi sendirian. Ada sepasang suami istri mengajak anaknya yang berusia balita bermain bubble. Banyak sekali burung burung kutilang dan cecuruk beterbangan. Bahkan banyak yang terbangnya rendah seolah-olah sudah berbaur dengan manusia di taman.

          Hal menarik lainnya, ada seekor kucing yang terus mendekati dan mengelilingi saya. Lucunya setiap kali saya mau fotoin, dia malam menghindar dan semakin menempel ke saya. Bahkan kucingnya malah tertidur ketika saya ingin berfoto dengan buku Dalam Dekapan Zaman. Ya udah, saya elus-elus dan biarkan dulu sampai terbangun.

          Bersyukur banget di tengah kota Jakarta masih bisa menikmati taman. Meskipun tidak sesejuk pegunungan. Tetapi, saya tetap masih bisa menikmati. Bayangkan kalau bumi dalam kondisi baik. Tentu akan semakin nikmat berada di alam terbuka seperti ini. Seperti salah satu pesan di buku Dalam Dekapan Zaman yaitu manusia harus hidup selaras dengan alam dan memiliki empati dengan makhluk hidup lainnya.


          Peran Pemuda Dalam Menghadapi Krisis Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan


          peran pemuda dalam krisis iklim dan pembangunan berkelanjutan

          Salah satu bagian paling menarik di buku Dalam Dekapan Zaman adalah pada Bab 11 - Menjalin Kolaborasi Pemuda. Saya mempunyai 2 anak yang saat ini sudah kuliah. Tentu menarik mengetahui peran pemuda dalam hal menghadapi krisis iklim dan pembangunan berkelanjutan.

          Sebagai orangtua, saya selalu mengajarkan anak-anak untuk menyayangi bumi. Kami sering berdiskusi. Keke dan Nai juga pernah ikut menyuarakan suara keresahan mereka akan krisis iklim. Biar bagaimana pun masa depan para pemuda masih panjang.

          Para pemuda yang akan paling merasakan dampak dari krisis iklim. Oleh karena itu mereka perlu didengar suaranya, diajak berkolaborasi, bahkan diberikan kesempatan untuk memimpin.

          Salah satu yang menarik dari bab ini adalah catatan berjudul "Makna Sukarelawan Bagi Seorang Bankir" yang ditulis oleh Terzian Ayuba Niode. Semu profesi bisa berperan. Dalam dunia perbankan dan jasa keuangan mulai bergerak menuju net zero emission.


          Kesimpulan Buku "Dalam Dekapan Zaman - Memoar Pegiat Harmoni Bumi"


          kesimpulan buku dalam dekapan zaman memoar pegiat harmoni bumi

          Memoar yang bagus sifatnya sensitif dan pembaca akan terhubung dengan suara kejujuran itu pada tingkat emosional. - Samanta Clark, Penulis dan Artis

          (Dalam Dekapan Zaman, Epilog - Perjalanan Tak Berakhir, Hal 362)

          Seperti yang saya katakan di awal, buku Dalam Dekapan Zaman memiliki narasi yang kuat. Seperti sedang mendengarkan bu Amanda sedang bercerita dan saya serius menyimak. Setelah membaca tuntas, saya memiliki 3 kesimpulan tentang buku ini, yaitu


          Peran Keluarga Sangat Penting untuk Mencintai Bumi

          "Apa judul disertasi papa?"

          (Dalam Dekapan Zaman, Bab 01 - Mengenal Bumi, Nilai, dan Nasibnya, Hal 3)


          Dengan fasih dan sedikit cadel, ibu Amanda yang saat itu berusia 3 tahun menjawab, "Geological Investigations on The Lassie Granite Mass Centra Sumatera." Padahal saat itu ibu Amanda belum bisa berbahasa Inggris. Mengerti disertasi aja enggak.

          Mungkin terkesan sedikit aneh bagi yang tidak paham. Anak kecil, kok, ditanya tentang disertasi meskipun cuma judul? Tapi, sebetulnya bukan untuk memaksakan ilmu yang belum waktunya. Itu adalah salah satu bentuk komunikasi dan kedekatan orangtua ibu Amanda kepada putrinya.

          Di halaman awal Bab 03 - Mengukir Landasan Pendidikan juga diceritakan ibu Amanda yang terancam tidak naik saat kelas 5 SD karena kebanyakan main. Ibunya tanpa malu memohon kepada wali kelas untuk memberikan kesempatan kepada putrinya. Akhirnya bisa naik kelas dengan masa percobaan. Tidak terlihat sedikit pun terlihat orangtua ibu Amanda menghakimi putrinya. Bahkan, satu per satu prestasi diraih ibu Amanda.

          Kedekatan orangtua dan anak juga dilakukan oleh ibu Amanda dan suami kepada 3 anaknya. Selalu mendukung aktivitas anak-anaknya.

          Saya pun berkesimpulan peran keluarga memang sangat penting. Tentu juga ada pengaruh lingkungan. Tetapi, madrasah pertama anak adalah dari keluarga. Dan, ini membangkitkan semangat saya untuk selalu mendukung anak.


          Buku yang Memberikan Semangat dan Menginspirasi

          Seujurnya, sempat ada rasa minder juga melihat background keluarga ibu Amanda. Kakek dari pihak ibu, Abdul Uno, adalah Inspektur Kehutanan di zaman Belanda. Bertugas menghutankan dna menjaga lingkungan di kawasan Indonesia Timur.

          Kemudian mengetahui pendidikan dan pekerjaan orangtua ibu Amanda, suaminya, hingga ketiga anaknya. Tentu pendidikan dan pekerjaan ibu Amanda termasuk di dalamnya. Membuat saya berkali-kali merasa 'wow' sekaligus minder.

          Kalau bahasa zaman sekarang, saya berasa kayak 'remahan rengginang'. Rasanya perjalanan saya mencintai dan menjaga bumi tidak sehebat ujung kuku dari yang ibu Amanda dan keluarga lakukan.

          Tetapi, di sinilah daya tarik sekaligus poin plus dari buku Dalam Dekapan Zaman. Tidak sekadar menceritakan pengalaman pribadi dalam mendalami ilmu lingkungan, perubahan iklim, dan keberlanjutan.  Di beberapa bagian, perasaan saya pun tersentuh dan tergerak. Makanya, saya menuliskan beberapa pengalaman pribadi di artikel ini.

          Buku ini juga mengajak kita semua untuk berperan aktif menjaga bumi. Sekecil apapun profesi kita, apapun perannya pasti berharga. Tidak hanya dalam bentuk aksi seperti membuang sampah pada tempatnya, mengurangi limbah makanan, dan lain-lain. Kita semua juga bisa bantu menyuarakan di berbagai platform media sosial, blog, pentas teater, sosialisasi ke lapangan, dan lainnya.

          Siapa lagi yang seharusnya menjaga bumi kalau bukan kita semua? Menjaga bumi bukan lagi pilihan, tetapi sudah menjadi kewajiban. Apalagi kondisi bumi saat ini sedang tidak dalam kondisi baik


          Setiap tindakan kecil membawa dampak besar dalam jangka panjang

          (Dalam Dekapan Zaman, Epilog - Perjalanan Tak Berakhir, Hal 363)


          Optimis Masa Depan Bumi yang Lebih Baik

          Akankah bumi akan kembali baik-baik saja? Apakah bumi akan kembali sehat?

          Saya seringkali merasa pesimis. Sedih, apalagi kalau sudah ingat anak-anak. Tetapi, membaca buku Dalam Dekapan Zaman - Memoar Pegiat Harmoni Bumi, muncul rasa optimis. Membaca aktivitas berbagai tokoh dan komunitas yang bergerak untuk buku, harapan itu sepertinya masih ada.

          Tentunya, kembali lagi, semua harus ikut berperan. Sekecil apapun perannya. Terus berikhtiar menjaga bumi sampai kapan pun. Ikhtiar kita belum usai.

          Buku "Dalam Dekapan Zaman, Memoar Pegiat Harmoni Bumi" diterbitkan oleh Diomedia. Harganya Rp145.000,00 (belum termasuk ongkir). Silakan hubungi 0856-43762005

          Post a Comment

          71 Comments

          1. Wah aku langsung pengen coba juga seperti percobaan di Jepang, rasanya iyayah kalau yang di Hutan lebih tenang dibanding yang di perkotaan. Btw iya yah mba dulu zamannya kecil masih mudah menentukan yah yang akhirannya ber adalah musim "hujan" skrg mah boro2 dah yah bisa nentuin :D

            ReplyDelete
            Replies
            1. Nah ini Teh, untuk bulan yang berakhiran -ber udah gak terkenal sebagai bulan hujan seperti waktu dulu kecil, mungkin efek perubahan iklim ya

              Delete
          2. Wah saya mau banget deh itu mempraktekkan One Hour in Refflective Essay. Syaratnya mudah banget. Saya akan memilih berendam di sungai jernih. Betah saya berdiam diri didalam air berlama-lama.. hahaha.. maklum Aquarius. Tapi baca sekilas dari tulisan Mba Myra nih saya suka deh sama karakter penulisnya. Soalnya ini dalam bentuk memoar kan ya? Pasti ceritanya seru-seru.

            ReplyDelete
          3. Review yang bagus kakk. Buku ini mengingatkan kita akan perubahan zaman dalam budaya baca. Jadi penasaran ingin baca dan membandingkan dengan kondisi sekarang. _Marcellow

            ReplyDelete
          4. Kalau tidak ada kontribusi pemuda dari sekarang menyelamatkan bumi, entah apa jadinya 6-7 tahun mendatang. Karena di kota saya, hujan deras 2 jam tanpa henti banjir udah selutut, akibat pohon dibabat habis untuk pelebaran jalan, tanpa diiringi drainase yang baik. Selalu was was kalo hujan.

            ReplyDelete
          5. Perlu di praktekkan nih berdiam diri di alam terbuka, currious dengan yang akan dirasakan. Duh salut deh sama ibu Amanda, semoga sehat selalu ya bu

            ReplyDelete
            Replies
            1. Kalau berdiam diri di alam terbuka aku kayaknya tetap butuh teman yang dampingin heheheh
              Kalau sendiri belum berani, palingan yaaa berdiam diri di kamar :D

              Delete
          6. Wah srmakin banyak yg mereview buku ini, makin penasaran segera pengin beli dan baca. Menjaga bumi adalah tanggung jawab kita bersama tanpa kecuali, agar bumi tetap lestari dan bisa bertahan untuk anak cucu kita.

            ReplyDelete
          7. Dari reviewnya sih bukunya terlihat menarik dan bikin penasaran pengen ikutan baca juga. Walaupun tebal sampai 400 halaman tapi kalau ceritanya mengalir mah pasti betah dibaca sampai tamat yah. Sebagai ibu yang punya anak remaja juga, aku juga sering ngobrolin tentang krisis iklim yang makin sini makin serem bareng anak2. Semoga kita semua bisa lebih aktif menjaga bumi ini yaaah

            ReplyDelete
            Replies
            1. Sama, saya pun tertarik juga untuk memiliki dan membacanya, punya duo remaja yang sedang dididik pula untuk menjaga kelestarian bumi. Selain dengan contoh dan aksi nyata, bisa juga dengan bacaan bergizi seperti ini

              Delete
          8. Kadang hal hal sepele seperti membuang makanan disepelekan oleh banyak orang ya mak. Padahal efeknya ya balik lagi ke bumi.. Setuju banget dengan kalimat, menjaga bumi itu bukan pilihan tapi kewajiban

            ReplyDelete
          9. Di Taman Ria Rio ada pohon baobab ternyata..wah dah berapa itu usinya..mba Myra foto yang kelihatan imut tuh.
            Btw, aku pertama bertemu ibu Amanda ini kagum sekali. Begitu besar cinta dan kepeduliannya pada lingkungan dan bumi. Aku rasa buku ini akan lengkap mewakilinya.

            ReplyDelete
          10. Wah, aku sanggup ya ga mencoba kegiatan dengan 9 syarat di atas? Iya ya, hasil riset orang yang berjalan-jalan di hutan itu detak jantungnya lebih rileks dibandingkan orang perkotaan. Buku Dalam Dekapan Zaman ini membuat pembacanya semakin waspada dan mencintai bumi sebaik-baiknya. Krisis iklim yang meluas harus bisa diatasi dan bagaimanapun yang utama adalah faktor manusianya mau atau tidak menajga alam.

            ReplyDelete
          11. Menarik bgt membaca pengalaman ibu Amanda Katili. Molly mau baca jugalah bukunya, Dijual nggak ya?

            ReplyDelete
          12. Aku paling nggak suka nonton konten yang jajan banyak banget tapi makanannya nggak dihabiskan. Rasanya kayak kurang menghargai makanan yang udah dibeli, sementara masih banyak orang yang nggak bisa makan.

            Tentang Buku Ibu Amanda ini semoga bisa jadi buku yang banyak dibaca oleh orang. Banyak banget inspirasi yang bisa diambil. Dan aku setuju peran orang tua itu sangat besar bagi perkembangan anak-anak, madrasah pertama yang bisa membentuk dasar berpikir mereka

            ReplyDelete
          13. Ah iya, sebel banget kalau pas mendaki, terus menemukan botol air mineral ataupun pembungkus makanan berserakan. Padahal di pos pendakian sudah ada peringatan untuk tak meninggalkan sampah, bahkan sudah dibekali kresek untuk membawa sampahnya turun.

            Bukunya sampai 400 an halaman, pasti bu Amanda Katili sangat detail ya dalam setiap pembahasannya, data dan fakta disajikan dengan gaya storytelling yang baik, jadinya nggak membosankan

            ReplyDelete
          14. Yuk Kita mulai cintai bumi ini dengan langkah langkah Yang bisa dilakukan. Jadi penasaran juga dengan isi bukunya siapa tau Ada hal hal Yang bisa kulakukan Dari buku itu

            ReplyDelete
          15. Memang miris melihat masih adanya limbah sisa makanan padahal di sisi lain ada yang kekurangan pangan.
            Buku ini bisa jadi renungan dan juga masukan bagaimana menjaga bumi lebih baik

            ReplyDelete
          16. Aku juga sempat cari info seputar negeri ini menjadi pembuang makanan terbesar kedua di dunia lho. Miris!
            Padahal pembusukan sampah makanan ini bisa jadi faktor penghasil gas metana. Huft!
            Jadi makin penasaran baca buku ini, dan menyelami perjalanan Bu Amanda mendalami lingkungan dan perubahan iklim.

            ReplyDelete
          17. Jadi inget kalo lagi hiking ada beberapa titik yang sampahnya duuuh styrofoam semua. Ntah itu bekas bungkus nasi ataupun kemasan popmi... berserakan di hutan2. Bisa ngga ya diedukasi produsen makanan gausah pake bahan yang susah busuknya...

            ReplyDelete
          18. Buku ini membawa kita menjelajahi lintasan waktu, menghidupkan kisah masa lalu yang sarat makna dan relevansi hingga hari ini. Rasanya seperti ikut terhanyut dalam nostalgia, tapi sekaligus diingatkan tentang pentingnya sejarah dalam memahami identitas kita saat ini.

            Cara mengulasnya bikin saya penasaran ingin membaca dan merasakan sendiri pengalaman yang ditawarkan buku ini. Semoga semakin banyak karya seperti ini yang bisa kita nikmati ya aamiiin

            ReplyDelete
            Replies
            1. Penulis Ibu Amanda menyajikan materi bukunya melalui riset yang panjang dan dipadukan dengan apa yang telah dilakukan, serta ilustrasi yang menarik. Jadi gak perlu ragu lagi buat ikutan baca Dalam Dekapan Zaman.

              Delete
          19. Dalam Dekapan Zaman, judulnya juga sudah menarik perhatian saya. Covernya cantik disertai ilustrasi gambarnya yang bagus. Penasaran dengan isinya yang sampai 400an lebih halamannya. Pastinya buku ini penuh inspirasi dan motivasi

            ReplyDelete
          20. Buku ini pembahasannya berat tapi menyenangkan untuk dibaca, menambah wawasan ya Mbak, aku suka tips-tipsnya untuk menyatu dengan alam mau kupraktekkan ah nanti...

            ReplyDelete
          21. Jadi penasaran sama isi buku yang dikemas secara menyeluruh di buku ini.. Pas banget dengan judulnya yaa dalam dekapan zaman..

            ReplyDelete
          22. Aku dari SD s.d kuliah jalan kaki, memang lebih sehat, lebih santai dan jarang sakit. Sekarang makin kerasa ke kesehatan karena seringnya naek motor.

            ReplyDelete
          23. Walau udah selesai nulis review, sampai sekarang saya masih membuka lembar demi lembar
            Karena buku Dalam Dekapan Zaman ini isinya daging banget
            Setiap lembar penuh nutrisi yang menambah wawasan pembacanya

            ReplyDelete
          24. Baca buku ini jadi belajar banyak hal tentang menjaga dan melestarikan bumi. Lewat pengalaman puluhan tahun dari seorang Amanda Katili Niode yang konsisten mengabdikan diri pada isu perubahan iklim, kita diajak untuk lebih peduli akan keterbelangsungan eksistensi bumi kini dan nanti. Memoar yang sungguh mengesankan dan menjadi legacy bagi banyak pihak.

            ReplyDelete
          25. Ka Chi mereviewnya dari hati banget.
            Karena gak hanya sekedar mereview Buku "Dalam Dekapan Zaman", tapi juga menyajikan foto yang sesuai dengan tema bukunya.
            Bumi memang sedang tidak baik-baik saja. Dan semoga manusianya juga tetap sehat dengan melakukan hal-hal yang dekat dengan alam.

            ReplyDelete
          26. Tiga tahun terakhir ini aq ikutan eco blogger. Banyak nulis tentang lingkungan juga
            Makanya tertarik banget sama buku ini 😍

            ReplyDelete
          27. Tanpa telepon seluler 1 jam point nomer 1 tapi paling susah hahaha
            Tapi krisis iklim sejujurnya dah digaungkan dari puluhan tahun lalu tapi tetep aja kesadarannmerawat bumi masih belum maksimal

            ReplyDelete
          28. Sampai limbah makanan bisa juga banyak dari restoran hotel dan hajatan yah, biasanya orang makan ambil ambil. Atau katanya klo di hotel itu makanan yg ga abis Kan dibuang, bukannya dibagi-bagi, sayang banget. Makanya saya suka rajin bungkus2 klo lagi jadi panitia di hotel🤭 buku yang inspiratif dan review yang bagus...

            ReplyDelete
          29. Gaya penulisan yang ringan dan mengalir membuat buku ini sangat mudah dicerna. Kombinasi antara kisah pribadi dan data faktual yang kuat menjadikan buku ini bukan hanya menghibur, tetapi juga informatif. Sangat direkomendasikan bagi mereka yang ingin memahami isu lingkungan dengan cara yang lebih personal.

            ReplyDelete
          30. aku aja sampai sekarang bingung sekarang musim hujannya kapan kemaraunya kapan hehehe btw buku ini sepertinya agak berat untuk dibaca ya tetapi aku yakin manfaatnya banyak banget terutama untuk generasi muda wajib baca sih...

            ReplyDelete
          31. Mamaku juga dulu bilang musim hujan itu yang bulannya berakhiran -ber, haha. Ternyata kita semua bisa menjaga bumi dengan peran masing-masing. Dimulai dari lingkungan yang paling berdampak, yaitu keluarga.

            ReplyDelete
          32. Mbaaa, bener sekali kalau skarang cuaca makin tak mudah ditebak. Skarang harusnya udah musim hujan, ini masuk musim panas dan panas banget. Smoga aku juga makin mencintai bumii dan bisa menjaga bersama sama hingga masa depan dan bisa dinikmati anak cucu

            ReplyDelete
          33. Keren lho bukunya, buku² jenis sustainability ini tak banyak di pasaran. Apalagi bab²nya sangat related sama lingkungan sekitar. Fix mah ini masuk daftar wishlistku. Ciaat, tambah teros nih wishlist buku awal tahun 😂

            ReplyDelete
          34. Sesungguhnya saya merasa amat ngeriii kalau baca soal beginian. Terkhusus soal food waste yang sering dianggap sepele. Ya amoun aku sering liat dengan mata kepala sendiri, tetangga buangin makanan

            ReplyDelete
          35. Saat baca Indonesia termasuk negara pembuang sampah makanan nomor 2 setelah Arab Saudi dan USA, saya langsung menganggukkan kepala. Hal itu juga disampaikan oleh salah satu penggagas komunitas food rescue di Surabaya dan saya menulis tentang dia setelah mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award 2024. Buku ini jadi semakin kuat mendukung tentang gaya hidup keberlanjutan.

            ReplyDelete
          36. Dari reviewnya saja sudah sangat membuatku tertarik untuk membaca seutuhnya. Penasaran banget, isinya penuh dengan pesan yang sangat related dengan kondisi sekarang.

            ReplyDelete
          37. Soal sampah makanan itu sangat miris. Faktanya, nggak cuma orang berduit yang suka membuang makanan (makan nggak habis, belanja bahan makanan di luar kebutuhan yang berakhir dibuang), orang miskin pun banyak yang suka membuang makanan.

            ReplyDelete
          38. Wah aku jadi pengen baca bukunya, jadi pengen belajar lagi tentang pelestaria alam. btw ilustrasi bukunya menarik banget ya. Thanks reviewnya y mbak...

            ReplyDelete
          39. Teh Chi, aku jadi ingin sekali ikutan baca buku Dalam Dekapan Zaman ini deh. Apalagi tema bukunya tentang lingkungan hidup, pun yang menuliskan adalah seorang pegiat lingkungan hidup yang sudah malang-melintang di dunia lingkungan sejak lama.

            ReplyDelete
          40. Harga bukunya memang lumayan Dalam Dekapan Zaman ini, tapi isinya sungguh luar biasa. Banyak insight yang akan menyadarkan kita betapa pentingnya menjaga keberlangsungan bumi agar menjadi lebih baik. Yang juga lebih penting adalah sikap optimis kita bahwa bumi akan baik-baik saja asal kita menjadi salah satu agen peubah dalam menjaga kelestariannya

            ReplyDelete
          41. Aku jadi penasaran sama buku 'Dalam Dekapan Zaman'. Semoga banyak yang baca dan makin peduli buat jaga bumi. Setiap aksi kecil kita pasti berharga!

            ReplyDelete
            Replies
            1. Setuju kak, meski mungkin dinilai sebagai aksi kecil tapi kalau dilakukan secara berkelanjutan bakal berdampak besar buat lingkungan. Semangat yuk

              Delete
          42. suka sama bukunya. Setiap tindakan kecil membawa dampak besar dalam jangka panjang. quotesnya menarik. bikin kita semangat berbuat kebaikan untuk bumi.

            ReplyDelete
          43. Memang benar, Mbak. Sekarang cuaca sudah sulit diprediksi. dulu bisa ditahu kapan musim hujan dan kapan musim kemarau. sekarang susah. Kemarin saja panasnya luar biasa, lalu tiba-tiba sore hujan agak deras.
            Nah kemarin saya sudah lihat buku ini di postingan IG, Mbak. Dan sekarang ulasan lengkapnya ada di sini.

            ReplyDelete
          44. Berdiam diri dengan mematuhi 9 syarat tersebut mungkin bagi sebagian orang terasa sulit ya kak. saya kalau baca mengenai krisis iklim agak khawatir juga karena sekarang saja sudah nampak dengan cuaca yang makin tak menentu.

            ReplyDelete
          45. Bukunya menarik banget. Kebayang isinya daging semua, tapi ditulis dengan renyah.
            Btw, tips 9 nya kayaknya bisa dicoba nih kalo ada kesempatan

            ReplyDelete
          46. Perubahan iklim kini semakin terasa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari cuaca ekstrem yang lebih sering terjadi, kenaikan suhu global, hingga perubahan pola musim yang memengaruhi sektor pertanian, lingkungan, dan kehidupan manusia. Cuaca yang semakin tidak menentu menyebabkan musim kemarau yang lebih panjang atau hujan yang lebih intens, meningkatkan risiko banjir, kekeringan, hingga kebakaran hutan

            ReplyDelete
          47. Bumi sedang ngga baik-baik aja itu nyata adanya,ya. Perubahan cuaca ekstrim sekarang ini jadi pengingat kita untuk lebih memperhatikan bumi. Mulai dari hal sederhana di sekitar kita yaitu dengan tidak membuang-buang makanan, ambil seperlunya dan habiskan.

            ReplyDelete
          48. Eh Mbak di Jakarta masih panas ya? Di sini Banjarmasin hampir udah tiap hari hujan. Tapi ya itu sih emang bener iklim makin susah ditebak. Bukunya cocok untuk kita semakin mencintai bumi.

            ReplyDelete
          49. Saya juga merasakan krisis iklim di sini panasnya luar biasa, sampai-sampai lihat toko elektronik yang dijual banyak adalah kipas angin. Memang betul lingkungan kita butuh tanaman lebat seperti di hutan, sayang banget malah semakin banyak pembebasan lahan jadi perumahan. Buku yang sangat bagus untuk mengingatkan kita semua agar gak malu menanam pohon biar sejuk demi menjaga bumi dan alam sekitarnya. Aku termasuk orang yang membiarkan tanaman semak di depan rumah biar adem, soalnya tanaman besar udah dilarang karena takut berbahaya, eh tapi kalo lagi kerja bakti tanaman semaknya dibabat, soalnya dianggap kotor dan jelek, fiuh dilema kan wkwk

            ReplyDelete
          50. Buku 'Dalam Dekapan Zaman' ini sangat menginspirasi! Kisah perjalanan penulisnya mengajak kita merenung lebih dalam tentang kondisi bumi saat ini dan peran kita untuk masa depan. Sebuah bacaan wajib bagi siapa saja yang peduli dengan lingkungan.

            ReplyDelete
          51. Buku yang sangat penting dibaca. Kudunya ada nih di tiap perpus SMA.

            ReplyDelete
          52. Pengen punya bukunya.
            Tersentuh banget, karena suka ngaku pecinta alam, tapi masih sedikit kontribusi untuk melestarikan alam.
            Dari hal kecil saja, misal mengurangi sampah plastik. Faktanya masih suka beli minuman kemasan. Huhu

            ReplyDelete
          53. Ulasannya menarik banget. Dari judulnya aja udah bikin penasaran. Saya yakin penulisnya pasti merangkai kata dengan hati. Jadi pengen beli

            ReplyDelete
          54. Review-nya menarik sekali. Pengin baca secara utuh buku Dalam Dekapan Zaman ini. Penasaran juga pengin Praktik One Hour in Refflective Essay. Jadi ingat dulu sebenarnya pernah melakukan saat anak sulungku masih kecil, dan kami pergi glamping. Tanpa sinyal memadai, listrik terbatas, membuat diri lebih terkoneksi dengan alam dan Sang Pencipta.

            ReplyDelete
          55. Baca ulasan ini saja berasa didongengi lho mbak..cerita ttg iklim dan sekilas tentang buku ini. Aku bisa bayangin mbak saat menikmati perhalaman pasti menyennagkan dan membayangkan termasuk ide2 bermunculan ya.

            ReplyDelete
          56. Wah bacanya asyik juga, apalagi bukunya. Mantul info dan gaya penulisannya. Sepertinya membaca buku ini jadi joyfull learning, belajar yang menyenangkan tentang perubahan iklim

            ReplyDelete
          57. Harganya lumayan terjangkau
            Bulan depan ah mau WA dan checkout
            Semoga stoknya masih ada

            ReplyDelete
          58. Satu jam untuk refleksi ini menarik, mbak, namun buatku sepertinya bertahap dulu deh. Pernah juga ada yang kasih contoh untuk 15 menit enggak ngapa-ngapain. Boleh sambil minum kopi atau teh tapi tanpa HP, duduk bengong aja. Ini berat lho karena udah terbiasa dengan hiruk pikuk di luar sana termasuk membaca medsos yang tiada habisnya. Bukunya bagus bangetttt menyadarkan kita untuk lebih peduli dengan bumi dengan storytelling, bukan menggurui.

            ReplyDelete
          59. wuah suka mba sama bukunya, insightful semoga bukunya bisa didapatkan di toko buku besar, bisa lebih banyak menginspirasi untuk orang-orang

            ReplyDelete
          60. Buku Dalam Dekapan Zaman memberikan perspektif mendalam tentang bagaimana sejarah, budaya, dan identitas membentuk kita sebagai individu. Dengan gaya penulisan yang memikat, buku ini mengajak pembaca untuk merenungi perjalanan hidup di tengah arus perubahan zaman ya mba. Sebuah bacaan yang kaya akan wawasan dan sangat relevan untuk siapa saja yang ingin memahami akar jati diri di era modern ini.

            ReplyDelete
          61. Jadi kepingin baca buku ini. Sebelumnya sempat ikut nyusun buku tentang lingkungan juga, tapi tentu hasilnya jauuuh lebih detail yang ditulis oleh pakarnya begini.

            Salfok sama info kunjungan Taman Ria Rio, udah lamaaa kepingin ke sana tapi belum jadi-jadi padahal nggak begitu jauh. Lumayan banget ya ada taman ini di tengah-tengah perkotaan yang padat penduduk dan gedung.

            ReplyDelete
          62. Di alam terbuka lalu bisa lulus 9 syaratnya terpenuhi, keren banget itu. Apalagi bisa selama 1 jam tanpa ponsel. Ini memang perlu diterapkan agar kitanya bisa lebih dekat dengan alam

            ReplyDelete
          63. Aku sambil mancatat point-point "One Hour in Refflective Essay".
            Karena latihan ini diperlukan agar menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
            Hidup tanpa gangguan atau distraksi apapun ternyata memang menyenangkan.

            ReplyDelete
          64. Buku yang sangat menarik
            Cocok untuk para pengiat lingkungan sekaligus orang yang mau melakukan gaya hidup ramah lingkungan ya mbak
            Banyak insight menarik di buku ini

            ReplyDelete
          65. One Hour in Refflective Essay ini kayaknya harus aku coba nih mbak. Biar kita bisa merasakan kedekatan dengan alam tanpa terganggu oleh 9 hal tersebut

            ReplyDelete
          66. Banyak sekali inspirasi yang hadir dari buku ini mengajarkan kita mencintai alam dan menjelaskan apa saja faktor yang mgkn untuk dihindari saat merefleksikannya

            ReplyDelete

          Terima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)