Citayam Fashion Week
lagi viral banget akhir-akhir ini. SCBD
singkatan dari Sudirman Central Bussines District. Tapi, karena
keramaian CFW, diplesetkan jadi Sudirman, Citayam, Bojong Gede,
Depok.
Sahabat KeNai setuju gak dengan fenomena Citayam Fashion Week?
Dukuh Atas dan Kawasan Integrasi Moda Transportasi Massal
Sebelum memberikan pendapat setuju atau tidak, mau bilang dulu kalau
kawasan Dukuh Atas dan sekitarnya menjadi salah satu area favorit bagi
saya pribadi. Biar kata beberapa orang bilang jembatan penghubung halte
TransJakarta lumayan panjang dan bikin ngos-ngosan. Tapi, saya tetap
suka.
Malah selalu berhenti sejenak di tengah jembatan untuk motretin suasana
sekitar. Padahal jembatannya sendiri pada saat itu belum secakep jembatan
penyebragan lain. Misalnya yang kayak dekat GBK.
Kawasan Dukuh Atas juga jadi tempat berkumpulnya berbagai moda
transportasi massal. Jadi saya bisa leluasa memilih mau naik MRT, KRL,
atau TransJakarta. Satu-satunya yang belum saya coba adalah kereta
Bandara. Malah kabarnya di sana juga bakal ada LRT.
Selain banyak pilihan transportasi umum yang memudahkan saya untuk pergi
dan pulang. Area di sana juga nyaman bagi pejalan kaki. Gak harus adu
nyali sama pengendara mobil dan motor karena terpaksa turun ke jalan
gara-gara trotoarnya gak layak.
Tentu saya juga gak akan mengabaikan Terowongan Kendal. Salah satu
terowongan ini ada pada muralnya. Secara rutin berganti, jadi gak pernah
bosan lihatnya. Terkadang, ada panggung kecil dan band yang menghibur para
pejalan kaki.
[Silakan baca:
Malam Hari di Terowongan Kendal]
Anak Gaul Jakarta Era 80an
Saya berhenti jalan-jalan ke Dukuh Atas sejak pandemi. Alasannya tentu
karena adanya pembatasan aktivitas. Gak ada undangan liputan yang
mengharuskan datang. Semua diganti secara virtual.
Selama pandemi pula saya melihat perkembangan Dukuh Atas melalui berbagai
konten di medsos. Terkadang suka pengen juga ikutan ngonten. Tapi, cuma
sebatas niat. Tiap kali mau bergerak udah keburu males. Terlanjur nyaman
di rumah hehehe.
Dari berbagai konten, saya merasa seperti melihat Jakarta di era 80an.
Ada yang bermain sepatu roda, menari di trotoar, dan aktivitas
lainnya.
Bermain Sepatu Roda di Lipstick Disko Skate
Di tahun 80an, ada tempat bernama Lipstick Disco Skate di Blok M, Jakarta
Selatan. Itu tempat bermain sepatu roda diiringi dengan musik. Kalau
sekarang mungkin kayak area ice skating. Bedanya kalau di ice skating gak
ada musiknya.
Saya
gak pernah masuk karena masih bocil. Mana boleh ma orangtua. Lagian gak
bisa juga main sepatu roda sampe sekarang hehehe.
Tapi, memang tau tempatnya karena dulu suka diajak rental film di Disc
Tarra. Lagipula saat itu memang bermain sepatu roda sedang digandrungi.
Lipstick termasuk tempat yang terkenal.
Kawula Muda 80an Demam Breakdance
Bebarapa waktu lalu, saya melihat konten sekelompok anak muda yang sedang
nge-dance di trotoar jalan Sudirman. Sekilas mengingatkan saya dengan
demam breakdance tahun 80an.
Breakdance dikenal juga sebagai tari patah-patah. Tapi, kalau saya yang nari kayaknya bakal beneran patah. Asli badan
ini mah kaku banget kalau disuruh nge-dance hehehe
Kalau malam Minggu orangtua suka mengajak main ke rumah Uwa di Megaria.
Kakak-kakak sepupu biasanya nongkrong ma teman-temannya di parkiran
Megaria untuk breakdance. Bakalan banyak yang nonton, tuh. Saya salah
satunya yang suka ikutan nonton meskipun gak sampai selesai karena
kemalaman.
[Silakan baca:
Nostalgia Megaria]
Blok M, Tempat Gaul Anak Muda dari Masa ke Masa
Saya pribadi lebih akrab dengan Jakarta Pusat. Terutama seputaran Menteng
dan Megaria. Karena sejak lahir hingga SMP memang di Jakpus.
Tapi, Jakarta Selatan sejak dulu sudah dikenal sebagai tempat gaul anak
muda. Kalau mengingat tempat gaul di era 80 dan 90an, tentu gak boleh
lupakan kawasan Blok M. Sampai ada film yang berjudul Blok M dibintangi Desy Ratnasari dan
Paramitha Rusadi.
Ya memang begitulah. Anak-anak muda pada keluar sore sampai malam. Jalan-jalan ke tempat perngecengan kalau kata Denny Malik di lagu
Jalan-Jalan Sore. Berasa nostalgia nih saya hahaha!
Sekarang pun kawasan Blok M masih jadi salah satu tempat gaul. Salah
satunya M Bloc Space. Tetapi, saya belum bisa cerita tentang tempat ini.
Belum pernah ke sana sama sekali. Nah, yang terbaru adalah kawasan Dukuh
Atas yang sekarang lagi ramai dengan istilah Citayam Fashion Week.
Pro-Kontra Citayam Fashion Week
Jalan-jalan ke Terowongan Kendal di malam hari. Tetap ramai dengan
berbagai aktivitas hingga malam hari. Tapi, gak seramai sekarang.
Keramaian di kawasan SCBD, khususnya Dukuh Atas akhirnya menuai
pro-kontra. Sahabat KeNai termasuk yang mana?
Kalau saya pribadi, asik-asik aja melihat keramaian di sana. Area
publik memang untuk semua orang. Siapa pun boleh datang. Malah bagus kan
kalau semakin banyak ruang publik.
Tentang fashion mereka yang katanya beda style ma orang Jakarta, khususnya Jaksel, bukan sesuatu yang harus didebatkan. Sama aja kayak mendebatkan rasa makanan. Bisa gak ketemu ujungnya karena selera gak bisa didebat. Saya bilang enak, belum tentu bagi orang lain. Begitu juga dengan fashion.
Tentang fashion mereka yang katanya beda style ma orang Jakarta, khususnya Jaksel, bukan sesuatu yang harus didebatkan. Sama aja kayak mendebatkan rasa makanan. Bisa gak ketemu ujungnya karena selera gak bisa didebat. Saya bilang enak, belum tentu bagi orang lain. Begitu juga dengan fashion.
Tapi, ada beberapa hal yang memang bikin saya terusik. Sedih banget deh
jadi banyak yang gak tertib sejak ada fenomena CFW. Kalau dibilang
karena mendadak ramai ya enggak juga. Di sana selalu ramai, meskipun gak
kebanget kayak sekarang.
Kalau main ke Terowongan Kendal, ada aja anak muda yang yang main
skateboard, bikin konten, sekadar nongkrong, dan lain sebagainya.
Pastinya juga banyak orang kantoran. Karena SCBD kan wilayah
perkantoran. Ditambah juga yang ingin ke bandara naik kereta. Tapi, dulu
mau serame apapun, semuanya berjalan dengan tertib.
Makanya antara sedih dan kesel juga ketika melihat sampah berserakan di
mana-mana. Gak usah beralasan ada petugas kebersihan atau minimnya
tempat sampah. Saya lihat banyak juga yang mencari-cari pembenaran,
terutama minimnya tempat sampah.
Sampahmu ya tanggung jawabmu. Kalau memang gak menemukan tempat sampah,
kantongin sampahnya. Kalau gak mau, gak usah jajan. Jangan pula berdalih
membantu perekonomian rakyat kecil, termasuk para pedagang starling yang
katanya mendapatkan banyak keuntungan dengan adanya CFW. Bagus lah kalau
banyak pedagang kaki lima yang jadi laris dagangannya. Tapi, sampahnya
jangan dibuang sembarangan. Ketertiban ini berlaku juga untuk para
pedagang.
Ketidaktertiban lain yang dirasa mengganggu adalah banyaknya parkir
liar. Apalagi sejak masyarakat umum, termasuk para artis, kelompok elit,
dan sosok terkenal lainnya ke sana. Heuuu ... 😔
Iya, setuju banget kalau siapapun boleh ke sana. Kan, itu ruang publik.
Jadi gak usahlah ada kasta-kastaan, kelas-kelasan, atau apa gitu. Tapi,
dijaga ketertibannya. Jangan sampai kebebasan kita malah jadi masalah
buat orang lain.
Banyaknya sampah aja udah bikin gak nyaman. Apalagi ditambah dengan
parkir liar. Naik transportasi umum lah kalau ke sana. Kalau pada bawa
kendaraan pribadi kan jadi bikin macet. Kasihan juga yang mau pulang
kantor. Udah capek kerja, ditambah harus berjibaku dengan kemacetan yang
parah. Kita gak bisa juga menyalahkan dan meminta para pekerja itu naik
kendaraan umum. Kalau kitanya juga ke sana naik kendaraan pribadi.
Parkir liar ini juga mengganggu kenyamanan warga. Karena ada yang
parkir di depan rumah seenaknya. Mengganggu juga yang mau naik kereta
bandara, lho.
Bagaimana dengan sikap beberapa masyarakat yang katanya menyimpang?
Bikin resah, gak?
Hmm ... kayaknya kalau ini enaknya dibahas di blog saya di
www.kekenaima.com. Cocok buat tema parenting hehehe.
Singkatnya, saya memang kurang sreg. Untuk hal-hal seperti itu, saya
masih termasuk yang konvensional. Tapi, hanya julid dan menghujat
kemungkinan besar gak mendapatkan perbaikan.
Saya pernah remaja, kedua anak saya juga sekarang di fase remaja. Fase
remaja tuh lagi masa pencarian jati diri. Darah mudanya sedang
menggelegak. Makanya emosi dan semangatnya terkadang bisa naik-turun.
Ditambah lagi dengan background keluarga yang gak semuanya sama.
Jadi kalau ada yang sesuatu yang gak sreg dari perilaku anak-anak muda,
saya lebih dulu melihat dan merangkul anak sendiri. Jangan sampai sibuk
menilai anak orang lain. Tapi, kita malah gak tau kalau anak sendiri
melakukan hal sama. Kalaupun anak sendiri tidak seperti itu juga bukan
jadi alasan untuk menghujat yang lain. Ada banyak cara lembut untuk
mengingatkan.
Jadi, saya setuju aja sih dengan fenomena Citayam Fashion Week di SCBD
atau di tempat lain. Diadakan rutin pun gak masalah. Tapi, kalau memang
mau jadi event harus diorganisir dengan rapi.
Ketertiban wajib dijaga. Kesadaran sendiri, ya! Jangan menunggu ada aparat turun baru tertib. Ruang publik memang untuk siapapun, Tetapi, jangan sampai mengganggu kenyamanan orang lain.
Ketertiban wajib dijaga. Kesadaran sendiri, ya! Jangan menunggu ada aparat turun baru tertib. Ruang publik memang untuk siapapun, Tetapi, jangan sampai mengganggu kenyamanan orang lain.
Makanya, saya setuju juga kalau sekarang dibubarin. Karena ternyata
menjadi tertib atas kesadaran sendiri tuh susah kalau gak ada kemauan
dari diri sendiri.
Kira-kira kapan saya mau lihat langsung keramaian di sana?
Kayaknya enggak dulu, deh. Meskipun seperti yang saya bilang di awal,
kawasan Dukuh Atas jadi salah satu tempat favorit. Tapi, saya gak
begitu menyukai keramaian. Makanya kalau jalan-jalan pun biasanya
menghindar peak season. Jarang banget kulineran ke resto/cafe yang
lagi viral. Pokoknya kalau bisa menghindar dari keramaian.
0 Comments
Terima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)