
Nikmatnya Sate Afrika H. Ismail Coulibaly di La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta
Tadinya pengen terusin cerita selama libur lebaran, tetapi baru ingat
kalau ada 1 kulineran enak saat bulan Ramadan yang belum diceritain di
sini. Nama restonya adalah Sate Afrika H. Ismail Coulibaly.
Saya sudah lama banget tau resto ini. Udah lama juga pengen icip-icip ke sana karena saya penggemar kuliner daging kambing atau domba. Tetapi, suka malas jalan ke sananya. Tanah Abang daerah yang lumayan crowded buat saya. Makanya jarang banget jalan ke sana. Bahkan sampai sekarang saya belum pernah tau seperti apa bagian dalam Pasar Tanah Abang yang terkenal itu. Cuma pernah ngelewatin aja. 😂
Saya sudah lama banget tau resto ini. Udah lama juga pengen icip-icip ke sana karena saya penggemar kuliner daging kambing atau domba. Tetapi, suka malas jalan ke sananya. Tanah Abang daerah yang lumayan crowded buat saya. Makanya jarang banget jalan ke sana. Bahkan sampai sekarang saya belum pernah tau seperti apa bagian dalam Pasar Tanah Abang yang terkenal itu. Cuma pernah ngelewatin aja. 😂
Sate Domba Afrika H, Ismail Coulibaly La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta
Resto ini memang sudah lama ada. Sejak tahun 1999, didirikan oleh Ismail
Coulibaly, seorang imigran asal Mali, Afrika Barat. Saya baru tau kalau
resto ini juga ada cabangnya di La Piazza, Kelapa Gading. Waktu itu suami
buka puasa bersama teman-temannya di sini. Dan dia bawa beberapa potong
sate domba ke rumah. Lumayan lah buat sahur. 😋
Saya langsung suka dengan rasanya dan minta suami untuk mengajak kami semua buka puasa di sana. Tuh, saking suka dengan satenya. Padahal biasanya juga saya suka malam buka puasa di luar rumah. Suami pun menyanggupi. Usai maghrib, kami pun meluncur ke Kelapa Gading. Untung perjalanan ke sana lagi agak lancar. Akhir-akhir ini lagi suka macet karena ada pembangunan LRT dan Veldrome.
[Silakan baca: Sate Maranggi Cibungur]
Saya langsung suka dengan rasanya dan minta suami untuk mengajak kami semua buka puasa di sana. Tuh, saking suka dengan satenya. Padahal biasanya juga saya suka malam buka puasa di luar rumah. Suami pun menyanggupi. Usai maghrib, kami pun meluncur ke Kelapa Gading. Untung perjalanan ke sana lagi agak lancar. Akhir-akhir ini lagi suka macet karena ada pembangunan LRT dan Veldrome.
[Silakan baca: Sate Maranggi Cibungur]
Diby Soko, Sate Afrika yang Teksturnya Lumer di Mulut
Di (sate) soko (daging) adalah nama asli kuliner asal Afrika ini.
Sate
yang selama ini kita tau adalah daging yang sudah dipotong kecil-kecil,
ditusuk, kemudian dibakar. Setelah matang diberi bumbu kecap atau kacang.
Tetapi, Diby Soko tidak seperti itu. Potongannya besar-besar, jadi lebih
mirip seperti potongan steak.
Ketika kami sampai di sana, asap mengepul dari area panggangan. Tetapi, tenang aja, asapnya terkumpul di kotak panggangan. Sahabat KeNai tidak akan menjadi bau asap meskipun duduk dekat panggangan. Andai saja sate ala Indonesia seperti ini, ya. Asapnya gak menguar kemana-mana.
Tidak hanya asap, tetapi seluruh hawa panas juga terkurung dalam kotak kaca. Mungkin karena panggangannya dibuat tertutup dalam kotak kaca, maka proses memanggangnya jadi sangat cepat. Sehingga tidak perlu dikipas-kipas lagi supaya bara api tetap menyala. Selain panggangan, daging dombanya juga muda. Dalam waktu singkat, daging yang baru dipanggang dibawa ke dapur untuk diungkep sebentar tanpa air dan minyak. Minyak yang keluar dari daging akan dibuang, sehingga makanan ini menjadi rendah kolesterolnya.
[Silakan baca: Berlemak di Warung Sate Shinta]
Rasanya minimalis banget! Hanya daging, garam, dan (mungkin) sedikit bumbu penyedap. Kalau kami suka dengan bumbu minimalis begini. Bumbu yang minimalis ini justru meningkatkan cita rasa dagingnya. Teksturnya pun empuk banget. Langsung berasa lumer di mulut karena gak pakai berantem ketika mengunyahnya. Bukan berarti lumer kayak makan es krim, lho. Tapi, saking saya suka dengan tekstur dagingnya yang empuk, gak bikin gigi saya sakit ketika mengunyahnya, serta rasanya yang nikmat.
Sate Afrika disajikan dengan irisan bawang bombay mentah. Tinggal singkirkan saja kalau Sahabat KeNai tidak suka bawang bombay mentah. Kalau saya lebih memilih mencobanya ternyata enak juga mengunyah bawang bombay mentah dengan sate afrika.
Sambalnya sangat pedas. Saya yang kuat makan sambal pun mengakui kepedasan sambalnya. Mendingan cocol sedikit dulu biar gak kaget dengan rasa pedasnya.
[Silakan baca: Menyantap Sate Kelinci, Berani?]

Ketika kami sampai di sana, asap mengepul dari area panggangan. Tetapi, tenang aja, asapnya terkumpul di kotak panggangan. Sahabat KeNai tidak akan menjadi bau asap meskipun duduk dekat panggangan. Andai saja sate ala Indonesia seperti ini, ya. Asapnya gak menguar kemana-mana.
Tidak hanya asap, tetapi seluruh hawa panas juga terkurung dalam kotak kaca. Mungkin karena panggangannya dibuat tertutup dalam kotak kaca, maka proses memanggangnya jadi sangat cepat. Sehingga tidak perlu dikipas-kipas lagi supaya bara api tetap menyala. Selain panggangan, daging dombanya juga muda. Dalam waktu singkat, daging yang baru dipanggang dibawa ke dapur untuk diungkep sebentar tanpa air dan minyak. Minyak yang keluar dari daging akan dibuang, sehingga makanan ini menjadi rendah kolesterolnya.
[Silakan baca: Berlemak di Warung Sate Shinta]

Harga sate afrika bervariasi. Dari mulai ukuran single seharga IDR60K
hingga paket family seharga IDR320K.
Rasanya minimalis banget! Hanya daging, garam, dan (mungkin) sedikit bumbu penyedap. Kalau kami suka dengan bumbu minimalis begini. Bumbu yang minimalis ini justru meningkatkan cita rasa dagingnya. Teksturnya pun empuk banget. Langsung berasa lumer di mulut karena gak pakai berantem ketika mengunyahnya. Bukan berarti lumer kayak makan es krim, lho. Tapi, saking saya suka dengan tekstur dagingnya yang empuk, gak bikin gigi saya sakit ketika mengunyahnya, serta rasanya yang nikmat.
Sate Afrika disajikan dengan irisan bawang bombay mentah. Tinggal singkirkan saja kalau Sahabat KeNai tidak suka bawang bombay mentah. Kalau saya lebih memilih mencobanya ternyata enak juga mengunyah bawang bombay mentah dengan sate afrika.
Sambalnya sangat pedas. Saya yang kuat makan sambal pun mengakui kepedasan sambalnya. Mendingan cocol sedikit dulu biar gak kaget dengan rasa pedasnya.
[Silakan baca: Menyantap Sate Kelinci, Berani?]
Pisang Goreng atau Loco Sebagai Pelengkap Sate Afrika

Loco atau Pisang Goreng, IDR20K
Di negara asalnya, sate afrika dinikmati bersama loco atau pisang goreng. Yup! Pisang tanduk yang digoreng tanpa tepung. Pisang gorengnya garing, nyaris tanpa minyak. Tangan saya tetap kering, tidak lengket berlumuran minyak seperti kalau makan pisang goreng.
Udah beberapa bulan ini saya diet carbo. Bahkan makan malam pun sebisa mungkin tidak dilakukan. Makanya saya tetap memilih loko sebagai pendamping sate afrika. Tetapi, di sini juga disediakan nasi putih, kok.

Lemonade, IDR50K/pot
Sate afrika, irisan bawang bombay, dan loko menghasilkan cita rasa yang cukup komplit di lidah. Apalagi kalau minumnya lemonade. Hmmm... makin komplit, deh. Gurih, manis, dan segar.
Kalau Sahabat KeNai sedang tidak ingin makan sate afrika, juga ada menu nasi goreng. Tetapi, mendingan order 1 dulu, deh. Kalau saya lihat 1 porsi nasi goreng cukup besar. Kayaknya kalau saya yang makan, mungkin gak akan sanggup menghabiskan sendiri. Suami juga sependapat. Menurutnya 1 porsinya bisa untuk 2-3 orang.
Service dan Suasana di Sate Afrika Kelapa Gading

Selain pusatnya di Tanah Abang, resto ini juga ada beberapa cabang. Salah satunya di La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta. Tempatnya tidak besar. Mungkin hanya mampu menampung sekitar 30-an orang saja. Tidak ada AC di sini.
Mengingat saat itu bulan Ramadan, saya tidak terlalu berharap mendapakan service yang sangat memuaskan. Namanya juga bulan Ramadan Biasanya kan kalau buka puasa, suasa resto selalu ramai. Kalau ada pelayan yang mungkin sedikit terlihat lelah atau kurang senyum ya dimaklumi aja. Mungkin baru berbuka puasa. Tetapi, saat kami ke sana langsung disambut dengan senyuman ramah dari seseorang keturunan Afrika yang sedang membakar daging. Bahkan dia sempat menghampiri dan menyapa kami.
Tidak lama kemudian datang pelayan lain berwajah lokal menawarkan menu. Kebalikannya dengan yang menyambut kami. Ekspresinya tanpa senyum, tetapi gak cemberut juga. Begitupun ketika menghidangkan makanan ke meja kami. Masih dengan ekspresi tanpa senyum.
Gak masalah buat saya dan masih bisa dimaklumi. Resto lagi cukup ramai dan bulan Ramadan pula. Lagipula makanan yang disajikan lumayan cepat. Cita rasanya pun memuaskan. Pastilah saya masih mau banget diajak ke sini lagi.
[Silakan baca: Rela Terkena Macet Demi Semangkuk Soto Betawi Panas di Bakul Betawi]
37 Komentar
Kalau di sudan namanya syaiya, tapi dibakar di atas batu bumbunya minimalid disajikan dengan bawang bombay, rasanya enak. Ternyata di jakarta ada juga.
BalasHapusIya, untungnya di Jakarta juga udah ada :)
Hapusorang afriknay besar dan tinggi dan tentunya kulitnya hitam
BalasHapusiya, Mbak
Hapuswow keren mba. baru tau ada sate afrika juga, itu kayaknya orang Afrikanya ramah2 juga ya :D
BalasHapusyup! Penjualnya ramah banget :)
HapusWaduh pas baca judulnya pertama kali itu udah kebayang nih pasti bakal pedas.. Dan Hmm, bisa request nggak terlalu pedas kali yah 😂
BalasHapusBelum pernah makan sate domba, jadi penasaran pengen coba deh, tapi rasa daging domba mirip daging kambing kah, Mba?
BalasHapusAku belum pernah makan sate domba. Dagingnya empuk ya, keliatannya enak.
BalasHapusBawang bombay mentah, aku nggak terlalu suka. Lebih suka yang ditumis lebih dulu :)
Wow? Lumer di mulut? Sungguh testimoni yang oke, Mbak Chi. Saya jadi kepengen.
BalasHapusHmmm.., jadi pingin makan sate domba afrika yang katanya lumer di mulut itu. Masukin daftar kuliner yang akan dikunjungi.
BalasHapussate afrika makannya pake pisang mmm jd penasran baru nih aku tau mba heheh apalagi pisangnya ga pake tepung makin penasaran gmn padu padan rasanya
BalasHapusLiat foto-fotonya jadi laper.. :D
BalasHapusWah kalau main ke kelapa gading perlu dicoba nih. Pengen tau apa rasanya daging sate dimakan sama pisang goreng.
BalasHapusBelum pernah kesana dan ingin banget nyobaiin kak, BTW rasanya dagingnya kayak HOKBEN nggk kak ?
BalasHapussuamiku suka sate kambing. Kalau sate domba, coba deh ku ajak dia ke sini, mumpung dekat.
BalasHapusWaaaahhh pengen nyobain aaahhh.... Kyknya aku butuh makan daging2 gtu biar nambah energi hhe. Pernah liat kyknya liputannya di tipi, tp blm sempet ke sana TFS
BalasHapusAghhhhhh lapeeeeer hahahaha. Aku udh tau lama ttg sate domba ini. Dr temenku yg cerita. Tp blm kesana2 krn msh ragu. Soalnya prnh coba sate domba afrika di belakang WTC sudirman, rasanya kok biasa. Makanya aku msh ragu mau coba yg klp gading ini. Tp krn liat tampilannya td menggugah banget, jd mauuuuuk :p
BalasHapusbelum pernah makan daging domba, semoga ntar bisa nyobain sate domba juga ;)
BalasHapusBikin lapar aja neh Mba. Satenya bikin ngiler dan es jeruknya seger banget pastinya. Hmmm kira-kira harganya murmer gak ya bawa pasukan sekeluarga.
BalasHapusNampak lezat ya dan kayaknya harus dicobain itu, habis liat tulisan ini langsung laper dong.
BalasHapusDuh gimana ya rasanya sate Afrika? Namanya uda bikin penasaran. Pas sekarang sy lg puasa... Bisa dilempar ke Malang gk nih buat buka puasa? wkwkwk
BalasHapusliat cara masaknya aja udah kebayang enaknya, ditambah minumannya bikin seger,,, makasih refrensinya mbak
BalasHapusJadi penasaran makan sate tapi ga bikin pegel di mulut hahaha. Jadi pengen aku. Trus kerasa banget ga sih daging dombanya?
BalasHapusPenasaran juga sama sate afrika... Tp klo dilihat dari bumbunya yang minimalis, mirip sate klathaknya Jogja paling ya mba..
BalasHapusYa Allah pagi2 baca beginian.. ngecesss.. berharap sarapan ini huaaaa... wenak banget keknya mbak wkwkkwk
BalasHapusNgnator ga jauh dari La Piazza tapi belum pernah coba sate domba Afrika ini. Next time cobain ahh
BalasHapusAkhirnya bisa baca review lengkap ni sate. Kapan hari sempat baca seliweran di TL Fb tapi lupa postingan siapa. Bikin penasaran. Eh iya Mbak. Ini kan daging domba. Nggak pesing domba gitu kah rasanya?
BalasHapusWah aku mbak, aku pencinta daging kambing. *ngacung* aku bookmark nih, wajib aku coba kalo mampir ke Jakarta.
BalasHapusKuliner yang belum pernah aku coba nih, bisa kali nanti mampir ke Kelapa Gading nyoba sate khas afrika .
BalasHapusWaahhh penasaran banget dan satenya besar besar gitu ya kak. Mupeng jadinya. Sayangnya jauh banget buat akuz
BalasHapusAku malah tertarik sama model pembakarnya. Kok bisa ya, asapnya ngumpul gitu, gak menguar ke mana-mana? Apakah ada alat khusus untuk mengarahkan asapnya, atau gimana?
BalasHapusKlo gak salah di daerah tanah abang ada juga deh mba sate afrika. Sama gak ya sama yang ini?
BalasHapusOalah begitu tooh definisi sate di Afrika, hihi unique jugaaa. Barangkali cuma di Indonesia sate ada tusukannya XD
BalasHapusIni pernah masuk di wisata kuline gitu, pengen nyobain deh, orangnya asli Afrika yang bikin, pasti rasanya sama :D
BalasHapusternyata ada ada yang di tanah abang ya?
BalasHapusboleh dicoba nih :D
Ngiler level galaksi lihat fotonya! Slurups! Dan panggangannya itu unik ya, asap terkumpul begitu. Mungkin di kotak panggangan bagian atas ada semacam exhaust begitu, jadi kesedot perlahan ke atas :D
BalasHapusKalau diet saya DEBM (Diet Enak Bahagia Menyenangkan) boleh makan daging sepuasnya hahaha jadi hajarrrr saja. Karena diet itu minim karbo (hampir semua karbo dilarang) makanya pisang pun tidak dimakan (waktu itu), sekarag sih makan saja yang karbo-karbo.
Terima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)