7 Alasan Wajib Menonton Samurai Gourmet

7 Alasan Wajib Menonton Samurai Gourmet - Beberapa waktu lalu, saya menonton serial di Netflix yang berjudul Samurai Gourmet. Serial kuliner dari Jepang tidak menceritakan tentang proses membuat makanan. Tetapi, mereview berbagai resto di hampir semua episodenya. Hanya ada 2 episode yang tidak mengulas resto. Tetapi, makanan catering dan makanan kroket.
 
7 Alasan Wajib Menonton Samurai Gourmet

Semua yang usaha kuliner diulas di setiap episodenya itu nyata. Makanya saya menulis di blog Jalan-Jalan KeNai. Saya bisa belajar memberi ulasan yang menarik. Selain itu ada beberapa tips kuliner yang juga bisa diambil.
 
Keunikan dari series ini, Sahabat KeNai gak seperti menonton tayangan review kuliner seperti pada umumnya. Karena series ini dikemas dalam bentuk drama yang menghibur.

Menceritakan tentang Takeshi Kasumi, seorang pria berusia 60 tahun yang baru saja pensiun. Episode pertama diawali dengan adegan Takeshi bangun kesiangan. Sambil terburu-buru berpakaian, dia ngomel ke istrinya karena gak dibangunin. Istrinya hanya tersenyum sambil menunjukkan bunga yang ada di meja.

Takeshi langsung sadar kalau itu adalah hari pertama dia pensiun. Gak tau mau melakukan apa, dia memilih berjalan kaki ke arah stasiun. Saat berjalan santai, dia merasa banyak hal menarik di sekitar rumahnya. 
 
Kemudian, Takeshi memutuskan makan siang di salah satu resto kecil dekat rel kereta. Dari situ lah perjalanan menjelajah kulinernya dimulai. Berikut beberapa alasan yang menurut saya, Sahabat KeNai wajib menonton Samurai Gourmet.


Hidup Baru Dimulai di Masa Tua


Sahabat KeNai pernah gak terpikir akan beraktivitas seperti apa di masa tua nanti?

Ya mungkin setelah pensiun dari kerjaan. Saya pribadi pengennya bisa tetap beraktivitas dengan semangat.

Takeshi merasa hidupnya baru dimulai justru sejak pensiun. Dari pengalaman gak sengaja makan siang di resto kecil dekat. Resto dengan nuansa jadul yang mempunyai makanan sangat enak.

Sejak itu dia mulai berkeliling mencari makan siang dari satu resto ke resto lain. Dia selalu jalan sendiri karena istrinya sibuk berkegiatan dengan teman-temannya.

Gak hanya kulineran. Takeshi juga melakukan berbagai aktivitas baru yang gak pernah dilakukan saat masih kerja. Termasuk mencoba ikutan jadi pemain figuran juga. Dapat peran kecil. Gak ada dialog, cuma jalan kaki melewati pemeran utama.

Dia merasa selama 38 tahun menjadi karyawan, hidupnya gitu-gitu aja. Hanya seputaran kantor dan rumah.Selalu berjalan kaki dengan rute yang sama. Makan siang pun selalu di resto yang sama dengan menu yang gak pernah berubah pula.

Makanya dia merasa jadi lebih bergairah hidupnya setelah pensiun. Dia baru sadar kalau di sekitar rumahnya ke arah stasiun banyak hal menarik. Tetapi, selama ini selalu berjalan terburu-buru karena harus mengejar kereta.
 
Salah satu adegan yang saya suka adalah ketika Takeshi pergi membeli buku. Kemudian, dia berencana makan siang ke resto yang bisa membuatnya nyaman sambil membaca buku.

Saya pernah kayak gitu ma Nai. Ngopi di Cofi setelah membeli buku. Memang asik, lho.

[Silakan baca: Ngopi di Cofi]

Saya jadi ingat pesan mamah dan almarhumah mertua. Katanya di masa tua sebaiknya tetap beraktivitas. Ya meskipun hanya mengerjakan hobi. Pokoknya jangan mageran, supaya gak cepat pikun.

Terlepas dari ada atau enggak hubungan beraktivitas dengan pikun. Setidaknya kalau punya kegiatan memang hidup bisa terus semangat, ya. Apalagi kalau aktivitasnya menyenangkan.


Gak Semua Resto Dapat Ulasan Bagus


Ada kalanya ketika bersantap di salah satu resto, ternyata di bawah ekspektasi. Entah itu rasa makanannya, pelayanannya, atau suasananya. Terkadang saya suka jadi galau untuk mengulasnya.

Kalau masih bisa ditolerir dan masih ada sisi memuaskannya, biasanya tetap diulas. Bagian minusnya saya abaikan. Kalaupun  tetap ditulis, bahasanya diperhalus. Supaya tidak terkesan menjatuhkan. 

Nah, di series Samurai Gourmet ini juga gak semua resto dapat ulasan bagus. Di episode kedua menceritakan Takeshi yang sedang ingin makan ramen. Tapi, semua resto lagi rame. Malah sampai ada yang antreannya panjang.

Akhirnya dia masuk ke salah satu resto yang sepi banget. Agak mengherankan juga karena jam makan siang, tetapi hanya ada Takeshi yang masuk. Dia sempat mau keluar lagi karena gak ada satupun pelayan yang nyamperin. Udah dipanggil-panggil juga gak ada yang datang.

Kemudian muncul seorang perempuan berdandan sangat menor dengan bau parfum yang sangat menyengat. Gak ramah pula. Feeling dia makin gak enak saat melihat perempuan itu yang ternyata pemilik resto juga yang masak. Restonya pun gak bersih.

Feelingnya pun benar. Rasa ramen pesanannya gak enak sama sekali. Takeshi semakin gak tahan, ketika pemilik resto merokok di dekatnya. Mau menegur, tapi takut. Akhirnya dia memilih bayar dan pulang. Makanannya gak dihabiskan.

Dia seneng banget begitu sampai rumah dibikinin ramen instan sama istrinya. Jadi secara gak langsung kayak pengen bilang rasa yang instan lebih enak hehehe.


Rating Tidak Menjadi Patokan Makanan Enak atau Enggak


Menurut saya yang namanya rasa tuh gak bisa didebatkan. Kata orang lain enak, belum tentu saya setuju. Begitu juga sebaliknya. Makanya meskipun saya selalu melihat rating kalau ingin datang ke salah satu resto, tetapi gak pernah jadi patokan banget.

Saat menonton episode yang ramen itu, saya sambil googling nama restonya. Memang biasa aja bintangnya di Tripadvisor. Tetapi, rating gak selalu jadi patokan. Cerita tentang rating ini ada di episode yang lain.

Ceritanya Takeshi mau mengajak keponakan istrinya makan malam. Dia googling dulu berbagai resto yang direkomendasikan di internet. Karena menurutnya, anak-anak muda suka cari rekomendasi di internet. 

Tetapi, istrinya punya pendapat berbeda. Menurutnya daripada pusing-pusing lihat di internet, mendingan langsung pilih aja resto yang pernah didatangi dan rasanya enak. Takeshi punya mengajak keponakannya ke salah satu resto Yakiniku.

Awalnya keponakannya protes karena pas lihat internet ratingnya biasa aja. Tapi, Takeshi bilang kalau beberapa tahun lalu pernah diajak bossnya. Dan menurutnya rasa makanan di resto itu enak banget.
 
Keponakannya Takeshi seperti netizen zaman now. Begitu makanan datang harus difoto dulu. Takeshi masih mau maklumin. Tetapi, mulai terganggu ketika keponakannya selalu sibuk dengan handphone. 
 
Awalnya Takeshi mengingatkan. Tetapi, lama-lama dia menegur keponakannya dengan keras. Menurutnya Yakiniku paling enak dimakan saat masih panas. Bagaimana bisa dirasa enak kalau makanan selalu dibiarkan dingin karena kitanya sibuk terus dengan hp?

Saya setuju banget dengan Takeshi. Ya, memang ketika makan di luar, saya selalu motoin dulu. Kalau gak gitu, nanti saya gak punya bahan buat konten hahaha! Tapi, selalu saya usahakan dengan cepat. Jangan sampai keluarga atau siapapun yang menemani makan jadi bete. 

Ketika makan pun selalu berusaha fokus. Apalagi suami juga cukup tegas. Kalau sekadar motret cepat masih dibolehin. Tetapi, semua harus taro hp saat waktunya makan. Hanya boleh dipegang sesekali kalau dirasa penting. Lebih baik ngobrol ketika makan daripada sambil pegang hp. 

Makan sambil lihat hp memang jadi gak fokus. Seringkali jadi gak bisa menilai makanan yang disantap benar-benar enak atau enggak. Makanya saya setuju dengan pendapat Takeshi.


Semua Makanan Bisa Terasa Enak Kalau Lagi Lapar


Atas saran temannya, Takeshi mencoba pengalaman baru menjadi pemain figuran. Ternyata suasana syutingnya molor banget. Pemeran utama wanitanya ngambek dan gak ada yang bisa ngebujuk.

Makan siangnya pun jadi telat. Tetapi, Takeshi tetap senang karena dikasih menu catering yang rasanya enak banget. Dia pun membawa pulang 1 bento set, buat dikasih ke istrinya.

Ternyata menurut istrinya rasa makanannya biasa aja. Takeshi cobain lagi pun berpendapat sama. Kok bisa ya pas di tempat syuting rasanya enak banget?

"Ya karena tadi siang kamu lagi lapar. Makanya rasanya jadi enak banget hehehe," kata istri Takeshi.

Saya ngikik pas istrinya bilang gitu. Karena kami tuh paling malas datang ke resto yang rame banget sampai harus antre lama. Suami selalu bilang, "kalau kelamaan nunggunya jadi gak tau makanannya memang beneran enak atau enak karena udah lapar." 😄


Table Manner di Fancy Restaurant


Suatu hari Takeshi jalan-jalan dengan oufit yang agak beda. Sebetulnya dia merasa kurang nyaman. Tetapi, istrinya yang hari itu ngedandanin ala-ala turis. Dan, Takeshi gak berani menolak hihihi.

Usai belanja bolpen yang harganya mahal (gara-gara dia gak berani menolak tawaran SPG hehehe), dia berencana makan pizza dan minum beer. Masuklah ke salah satu resto Italia. Tapi, yang dia masukin ternyata tipe fancy restaurant.

Dia baru nyadar ketika mata para tamu resto tertuju kepadanya. Takeshi menjadi canggung. Apalagi dia gak paham yang namanya table manner. Sampai dia khawatir bakal diusir ma pramusaji karena merasa malu-maluin.

Menurut saya, ini episode yang paling kocak dari Samurai Gourmet. Kebingungan Takeshi ketika pramusaji menyebutkan nama-nama menu yang datang. Ya, nama makanan Western kan suka panjang-panjang. Udah kayak semua bahan disebutin hihihi.

"Lain kali saya harus bawa tape recorder kalau ke sini lagi supaya gak lupa nama menunya."
"Tadi bilangnya potato apa, ya? Rasanya memang kayak potato salad. Ini sih kayak makanan di rumah."

Celetukan-celetukan dalam hati Takeshi saat itu, selalu aja bikin saya ngikik. Tetapi, makanan lainnya diulas enak. Apalagi menu utamanya yaitu spaghetti.

Lagi-lagi kecanggungannya muncul. Dia gak terbiasa makan menggunakan garpu. Menurutnya spaghetti seperti mie. Enaknya dimakan pakai sumpit.

Setelah perang batin sejenak, dia memutuskan meminta sumpit. Bodo amat lah dengan yang namanya table manner. Pokoknya setelah pakai sumpit, menurutnya rasa spaghetti yang disantap jadi lebih enak.

Sahabat KeNai kalau berada di posisi Takeshi tetap ikutin table manner atau bodo amat, nih? Hehehe
 
Kalau menurut saya, kita tetap harus berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jangan merasa pelanggan adalah raja. Tapi, jadi raja yang seenaknya hihihi. Tetapi, kalau hanya mengganti garpu dengan sumpit, kayaknya masih termasuk yang bisa ditoleransi, ya. 😁


Blusukan Kulineran


"Resto dengan menu yang enak, seringkali berlokasi di jalan-jalan yang jarang dilalui traveler," ujar Takeshi

Makanya dia selalu berjalan kaki ke sana-sini demi mencari kuliner yang enak. Bahkan seringkali ke jalan-jalan sepi.

Pendapat Takeshi ada benarnya juga. Tetapi, menurut saya, ini berlaku untuk resto yang belum ternama kayaknya, ya. Karena kalau udah terkenal, mau lokasinya nyempil-nyempil pun tetap akan rame.

Gara-gara episode ini bikin saya semakin terinspirasi pengen blusukan kulineran. Kan, seneng banget kalau bisa ketemu ma resto yang gak (terlalu) ramai. Tetapi, punya menu yang enak. Berasa menemukan hidden gems.

[Silakan baca: Merchant's Lane, Kafe Tersembunyi di Chinatown, Kuala Lumpur]


Bernostalgia dengan Kuliner


Diceritakan kalau Takeshi suka beli kroket ketika masih SMP. Bahkan dia punya cerita spesial tentang makanan ini. Sering dijajanin kakak kelasnya. Kemudian makan di belakang gedung sekolah.

Ketika sedang belanja, Takeshi melihat gerai yang berjualan aneka gorengan. Tapi, semua harganya mahal, kecuali kroket. Dia pun membeli kroket sambil mengenang masa lalu.

Sore harinya, gerai tersebut membuat diskon untuk semua makanannya. Takeshi tertarik untuk membeli camilan lain. Tapi, akhirnya dia tetap beli kroket. Karena hanya kroket yang bisa membuatnya bahagia, terkenang masa remaja. *Jadi pengen nyanyi ... 🎤nostalgia SMA kitaaaa ... indah, lucu, banyak ceritaaaa ...

Hobi kulineran Takeshi sebetulnya gak hanya seteah pensiun. Dia suka kulineran ma teman-temannya, terutama saat kuliah. Tetapi, hidupnya menjadi monoton setelah bekerja. 

Selama 38 tahun menjadi karyawan, rutinitasnya selalu sama. Setiap pagi berlari ke stasiun untuk mengejar kereta. Makan siang selalu di tempat dan menu yang sama. Langsung pulang ke rumah setelah bekerja. Makanya setelah pensiun dia juga kulineran ke resto atau mencari makanan yang membuatnya bernostalgia. 

Salah satu tempat yang banyak kenangan untuk saya adalah kawasan Megaria. Meskipun sekarang udah banyak berubah, tetapi setiap kali ke sini selalu berasa kayak balik ke masa kecil. Kawasan sekitarnya seperti Menteng hingga Cikini juga punya rasa berbeda. Karena masa kecil hingga SMP dihabiskan di sini. Jadi suka berasa bernostalgia.

[Silakan baca: Nostalgia Megaria]


Menyikapi Perjalanan Bila Terjadi Drama


Di setiap episode selalu ada kejadian yang membuat Takeshi merasa terganggu. Misalnya, ada pramusaji yang gak ramah, tamu resto yang berisik, canggung saat dilihatin banyak tamu resto, dan lain sebagainya. Pokoknya ada aja kejadian.

Drama-drama kayak gitu suka mancing emosi. Sayangnya Takeshi tipe yang gak enakan. Malah cenderung penakut. Makanya series ini dinamakan Samurai Gourmet.

Karena setiap kali merasa terganggu, tapi takut untuk komplen, karakter Samurai muncul. Sebetulnya ini karakter khayalan Takeshi. Dia selalu berkhayal menjadi samurai yang gak takut siapapun. Sehingga berani menegur orang lain.

Setelah tokoh khayalannya menghilang, terkadang keberaniannya mucul. Tetapi, seringnya gagal. Dia tetap aja takut dan akhirnya memilih menghindari konflik hehehe. Menurut saya poinnya adalah apapun drama yang terjadi, tetap belum bikin kapok kulineran dan mencoba berbagai hal baru.

[Silakan baca: Drama di Kedai Kita, Bogor]

Selain 7 alasan di atas, pastinya cara Takeshi menceritakan rasa makanannya menarik banget. Saya juga belajar dengan visualnya. Apalagi Takeshi kan ceritanya gak punya akun medsos. Jadi makanan yang ditampilkan apa adanya. Gak ditambahin props ini itu. Tapi, tetap terlihat menarik dan sangat menggiurkan. 
 
Series ini juga bisa dijadikan semacam guide kalau mau Jepang, lho. Tentu kalau untuk muslim tentu harus dipertimbangkan juga. Karena belum tentu semua yang direview di resto ini bisa dinikmati. Tetapi, setidaknya saya jadi terinspirasi untuk belajar membuat ulasan serta ingin juga jalan-jalan ala-ala Samurai Gourmet.

Sahabat KeNai sudah menonton series ini? Wajib ditonton deh kalau suka dengan tema kuliner.

Post a Comment

38 Comments

  1. huaaaah aku bacanya sampe pelan-pelan, sambil setel youtube samurai gourmet

    seneng ya nonton kuliner yang visualnya menarik seperti ini, dan wajah Takeshi yang lugu dan menikmati setiap suapan, seolah kita yang beneran makan sama dia ..

    aaah aku mau nonton ah, mumpung di netflix

    ReplyDelete
  2. langsung catat Samurai Gourmet, wajib nonton :D

    karena tentang kuliner dan kegiatan di usia pensiun

    jadi inget pak Bondan Maknyus yang tetap berkarya di masa tua

    ReplyDelete
  3. Wowowow, menarik. Buat yang punya lidah tajam, bisa mengikuti jejak Takeshi di Samurai Gourmet. Mana tahu nanti punya program sendiri, ya kaaaan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup! Setidaknya bisa lah belajar bikin review kuliner ala Samurai Gourmet

      Delete
  4. Aku kadang aja nonton film2 drakor dll. Kebetulan aku belu menonton samurai gourment ini, hanya baru baca ulasan kakak di atas. Makasih ya kak.

    ReplyDelete
  5. wah ... asyik nih nonton series samurai gourmet, banyak yang bisa dipetik dari jalan cerita filim ini salah satunya keunikan tentang kuliner yang ditampilkan

    ReplyDelete
  6. Nah, kalo aku malah keburu resign alias pensiun dini wkwk. Tersalurlah u.blusukan kuliner juga nih. Jadi pengen nonton juga aku nih ttg Takeshi Gourmet. Pastinya seru ya. Apalagi makan spagheti pake sumpit hehe.

    ReplyDelete
  7. Bagus ya sinopsisnya jadi kepo mau nonton film asliya pastinya lebih menjiwai lagi kalau nonton film secara langsung

    ReplyDelete
  8. Menarik banget ulasannya Mbak. Pastinya banyak bagian-bagian cerita yang menguras perasaan. Terutama saat Takeshi mengalami hal-hal yang tidak berkenan di hati. Tapi sepertinya dia menemukan sisi lain dari berbagai hal yang sempat terlewatkan saat masih jadi pegawai selama 38 tahun. Pengalaman baru dan juga cerita hidup yang baru.

    Saya pengen banget nih punya pengalaman seperti ini. Di Bali. Kota impian saya untuk pensiun. Berkelana kesana-kemari. Mengunjungi tempat-tempat baru yang tentu saja belum sempat dijamah oleh publik/umum. Lalu menuliskannya di blog. Agar bisa berbagi dengan orang lain.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dan saya biasanya akan tertarik membaca kisah blusukan kayak gitu, Mbak :)

      Delete
  9. Wah Mbak, baca ini kok rasanya Mbak Myra ikut sendiri di perjalanannya Takeshi.
    Saya juga penasaran hidup seperti apa setelah pensiun nanti. ataukah malah tak ada pensiun?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Buat pekerja lepas kayak kita mungkin pensiun tidak seperti pekerja kantoran, Mbak :)

      Delete
  10. Iya memang untuk rating resto gak semuanya bisa sesuai yang diharapkan. Ada aja kekurangannya. Dan ini bisa jadi masukan sekaligus hiburan sih tayangannya

    ReplyDelete
  11. wah iya, ini tontonan wajib ya mbak buat penggemar kuliner
    Biar tahu juga cara ngeriview kuliner

    ReplyDelete
  12. ga sabar nih nonton Samurai gourmet tapi aku lagi fokus baca di wattpad terpesona sama Anthea Feather hihiiiiii

    ReplyDelete
  13. Paling suka nonton macam kuliner yang disampaikan secara apa adanya, seperti grabak grubuk bangun kesiangan gitu, hihi. Seperti alm. Bondan Winarno juga kan enak tuh ngebahas kulinerannya, gak lebay mo meninggal kan. Aku jadi tertarik mo nonton Takeshi juga deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha betul, Mbak. Ini part lebaynya pas bagian tokoh Samurai keluar aja. Tapi, lebay yang menghibur :D

      Delete
  14. Wah, jadi membuat saya berpikir kembali ini tentang bagaimana kehidupan saya di masa tua nanti. Inginnya sih, tidak merepotkan anak-anak dan sudah bisa ada passive income, setidaknya yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Jadi ingin nonton juga ini Samurai Gourmet

    ReplyDelete
  15. lucu juga nih ceritanya, jepang emang unik2 bikin cerita. Soal masak, makan, hobi dan olahraga jadi beragam topik yg menarik

    ReplyDelete
  16. Owh jadi ini tentang kuliner gitu ya Mba, kayaknya seru nih buat ditonton di sabtu malam nanti. Walaupun aku ga begitu suka kulineran sih, makan cuma kalau pas lapar aja heehehe. Kalau suami pasti suka nih

    ReplyDelete
  17. Quote "hidup dimulai di usia tua" keren banget. Jd bisa terus produktif, meski usia tak lagi muda.

    ReplyDelete
  18. Wah jadi penasaran nih kak sama serial ini. Tapi sayang aku nggak langganan di Netflix huhuhu. Aku yang suka kulineran, kayaknya wajib banget nonton Samurai Gourmet nih hihi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau suka kulineran, ini bisa jadi tontonan menarik :)

      Delete
  19. Aku udah nonton dorama yg sebelumnya mba review, yg red list resto itu 😄. Suka bangetttt. Naah si samurai gourmet ini udh aku masukin dalam list mba. Tapi blm sempet ditonton aja. Ga sabar sih. Pokoknya semua dorama yg temanya kuliner aku sukaaa bangetttt, sama kayak Tokyo midnight diner.

    Naaah aku tuh punya impian juga kalo pas pensiun nanti, aku Ama suami msh bisa tetep traveling kliling dunia. Itu kenapa aku nabung ya demi itu. Supaya tua nanti kami msh ada kegiatan 😄.

    Aku bisa relate bgt Ama cerita Takeshi di sini yg akhirnya baru tahu kalo disekitarnya banyak tempat menarik. Krn orang Jepang pas berangkat kerja atau pulang, itu fokus banget Ama jalanan dan buru2 trus. Tiap kali aku ke Jepang, dan turun di stasiun manapun, trutama yg besar, itu jam 11 malam aja msh ruameee mba, dan mereka jalannya cepeeet banget. Seolah takut ketinggalan. Aku bingung, apa mereka menikmati hidup ga sih.

    Cerita di red list resto, aku juga bingung kenapa istri si tokoh utama ga mau ikutan suaminya. Kalo aku, punya suami suka kuliner, udah pasti aku ekorin hahahahaha. Gpp deh nginep di mobil 🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Karena istrinya gak suka tidur di mobil, Mbak. Makanya gak pernah mau ikutan hahaha

      Delete

Terima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)