7 Alasan Wajib Menonton Samurai Gourmet - Beberapa waktu lalu, saya
menonton serial di Netflix yang berjudul Samurai Gourmet. Serial kuliner
dari Jepang tidak menceritakan tentang proses membuat makanan. Tetapi,
mereview berbagai resto di hampir semua episodenya. Hanya ada 2 episode
yang tidak mengulas resto. Tetapi, makanan catering dan makanan
kroket.
Semua yang usaha kuliner diulas di setiap episodenya itu nyata. Makanya
saya menulis di blog Jalan-Jalan KeNai. Saya bisa belajar memberi ulasan
yang menarik. Selain itu ada beberapa tips kuliner yang juga bisa
diambil.
Keunikan dari series ini, Sahabat KeNai gak seperti menonton tayangan
review kuliner seperti pada umumnya. Karena series ini dikemas dalam
bentuk drama yang menghibur.
Menceritakan tentang Takeshi Kasumi, seorang pria berusia 60 tahun yang
baru saja pensiun. Episode pertama diawali dengan adegan Takeshi bangun
kesiangan. Sambil terburu-buru berpakaian, dia ngomel ke istrinya karena
gak dibangunin. Istrinya hanya tersenyum sambil menunjukkan bunga yang ada
di meja.
Takeshi langsung sadar kalau itu adalah hari pertama dia pensiun. Gak tau
mau melakukan apa, dia memilih berjalan kaki ke arah stasiun. Saat
berjalan santai, dia merasa banyak hal menarik di sekitar
rumahnya.
Kemudian, Takeshi memutuskan makan siang di salah satu resto kecil dekat
rel kereta. Dari situ lah perjalanan menjelajah kulinernya dimulai.
Berikut beberapa alasan yang menurut saya, Sahabat KeNai wajib menonton
Samurai Gourmet.
Hidup Baru Dimulai di Masa Tua
Sahabat KeNai pernah gak terpikir akan beraktivitas seperti apa di masa
tua nanti?
Ya mungkin setelah pensiun dari kerjaan. Saya pribadi pengennya bisa tetap beraktivitas dengan semangat.
Ya mungkin setelah pensiun dari kerjaan. Saya pribadi pengennya bisa tetap beraktivitas dengan semangat.
Takeshi merasa hidupnya baru dimulai justru sejak pensiun. Dari
pengalaman gak sengaja makan siang di resto kecil dekat. Resto dengan
nuansa jadul yang mempunyai makanan sangat enak.
Sejak itu dia mulai berkeliling mencari makan siang dari satu resto ke
resto lain. Dia selalu jalan sendiri karena istrinya sibuk berkegiatan
dengan teman-temannya.
Gak hanya kulineran. Takeshi juga melakukan berbagai aktivitas baru yang
gak pernah dilakukan saat masih kerja. Termasuk mencoba ikutan jadi pemain
figuran juga. Dapat peran kecil. Gak ada dialog, cuma jalan kaki melewati
pemeran utama.
Dia merasa selama 38 tahun menjadi karyawan, hidupnya gitu-gitu aja. Hanya seputaran kantor dan rumah.Selalu berjalan kaki dengan rute yang sama. Makan siang pun selalu di resto yang sama dengan menu yang gak pernah berubah pula.
Makanya dia merasa jadi lebih bergairah hidupnya setelah pensiun. Dia baru sadar kalau di sekitar rumahnya ke arah stasiun banyak hal menarik. Tetapi, selama ini selalu berjalan terburu-buru karena harus mengejar kereta.
Dia merasa selama 38 tahun menjadi karyawan, hidupnya gitu-gitu aja. Hanya seputaran kantor dan rumah.Selalu berjalan kaki dengan rute yang sama. Makan siang pun selalu di resto yang sama dengan menu yang gak pernah berubah pula.
Makanya dia merasa jadi lebih bergairah hidupnya setelah pensiun. Dia baru sadar kalau di sekitar rumahnya ke arah stasiun banyak hal menarik. Tetapi, selama ini selalu berjalan terburu-buru karena harus mengejar kereta.
Salah satu adegan yang saya suka adalah ketika Takeshi pergi membeli
buku. Kemudian, dia berencana makan siang ke resto yang bisa membuatnya
nyaman sambil membaca buku.
Saya pernah kayak gitu ma Nai. Ngopi di Cofi setelah membeli buku. Memang asik, lho.
[Silakan baca: Ngopi di Cofi]
Saya pernah kayak gitu ma Nai. Ngopi di Cofi setelah membeli buku. Memang asik, lho.
[Silakan baca: Ngopi di Cofi]
Saya jadi ingat pesan mamah dan almarhumah mertua. Katanya di masa tua
sebaiknya tetap beraktivitas. Ya meskipun hanya mengerjakan hobi. Pokoknya
jangan mageran, supaya gak cepat pikun.
Terlepas dari ada atau enggak hubungan beraktivitas dengan pikun.
Setidaknya kalau punya kegiatan memang hidup bisa terus semangat, ya.
Apalagi kalau aktivitasnya menyenangkan.
Gak Semua Resto Dapat Ulasan Bagus
Ada kalanya ketika bersantap di salah satu resto, ternyata di bawah
ekspektasi. Entah itu rasa makanannya, pelayanannya, atau suasananya.
Terkadang saya suka jadi galau untuk mengulasnya.
Kalau masih bisa ditolerir dan masih ada sisi memuaskannya, biasanya
tetap diulas. Bagian minusnya saya abaikan. Kalaupun tetap ditulis,
bahasanya diperhalus. Supaya tidak terkesan menjatuhkan.
Nah, di series Samurai Gourmet ini juga gak semua resto dapat ulasan
bagus. Di episode kedua menceritakan Takeshi yang sedang ingin makan
ramen. Tapi, semua resto lagi rame. Malah sampai ada yang antreannya
panjang.
Akhirnya dia masuk ke salah satu resto yang sepi banget. Agak
mengherankan juga karena jam makan siang, tetapi hanya ada Takeshi yang
masuk. Dia sempat mau keluar lagi karena gak ada satupun pelayan yang
nyamperin. Udah dipanggil-panggil juga gak ada yang datang.
Kemudian muncul seorang perempuan berdandan sangat menor dengan bau
parfum yang sangat menyengat. Gak ramah pula. Feeling dia makin gak enak
saat melihat perempuan itu yang ternyata pemilik resto juga yang masak.
Restonya pun gak bersih.
Feelingnya pun benar. Rasa ramen pesanannya gak enak sama sekali. Takeshi
semakin gak tahan, ketika pemilik resto merokok di dekatnya. Mau menegur,
tapi takut. Akhirnya dia memilih bayar dan pulang. Makanannya gak
dihabiskan.
Dia seneng banget begitu sampai rumah dibikinin ramen instan sama
istrinya. Jadi secara gak langsung kayak pengen bilang rasa yang instan
lebih enak hehehe.
Rating Tidak Menjadi Patokan Makanan Enak atau Enggak
Menurut saya yang namanya rasa tuh gak bisa didebatkan. Kata orang lain
enak, belum tentu saya setuju. Begitu juga sebaliknya. Makanya meskipun
saya selalu melihat rating kalau ingin datang ke salah satu resto, tetapi
gak pernah jadi patokan banget.
Saat menonton episode yang ramen itu, saya sambil googling nama restonya.
Memang biasa aja bintangnya di Tripadvisor. Tetapi, rating gak selalu jadi
patokan. Cerita tentang rating ini ada di episode yang lain.
Ceritanya Takeshi mau mengajak keponakan istrinya makan malam. Dia
googling dulu berbagai resto yang direkomendasikan di internet. Karena
menurutnya, anak-anak muda suka cari rekomendasi di internet.
Tetapi, istrinya punya pendapat berbeda. Menurutnya daripada
pusing-pusing lihat di internet, mendingan langsung pilih aja resto yang
pernah didatangi dan rasanya enak. Takeshi punya mengajak keponakannya ke
salah satu resto Yakiniku.
Awalnya keponakannya protes karena pas lihat internet ratingnya biasa
aja. Tapi, Takeshi bilang kalau beberapa tahun lalu pernah diajak bossnya.
Dan menurutnya rasa makanan di resto itu enak banget.
Keponakannya Takeshi seperti netizen zaman now. Begitu makanan
datang harus difoto dulu. Takeshi masih mau maklumin. Tetapi, mulai
terganggu ketika keponakannya selalu sibuk dengan handphone.
Awalnya Takeshi mengingatkan. Tetapi, lama-lama dia menegur keponakannya
dengan keras. Menurutnya Yakiniku paling enak dimakan saat masih panas.
Bagaimana bisa dirasa enak kalau makanan selalu dibiarkan dingin karena
kitanya sibuk terus dengan hp?
Saya setuju banget dengan Takeshi. Ya, memang ketika makan di luar, saya
selalu motoin dulu. Kalau gak gitu, nanti saya gak punya bahan buat konten
hahaha! Tapi, selalu saya usahakan dengan cepat. Jangan sampai keluarga
atau siapapun yang menemani makan jadi bete.
Ketika makan pun selalu berusaha fokus. Apalagi suami juga cukup tegas.
Kalau sekadar motret cepat masih dibolehin. Tetapi, semua harus taro hp
saat waktunya makan. Hanya boleh dipegang sesekali kalau dirasa penting.
Lebih baik ngobrol ketika makan daripada sambil pegang hp.
Makan sambil lihat hp memang jadi gak fokus. Seringkali jadi gak bisa
menilai makanan yang disantap benar-benar enak atau enggak. Makanya saya
setuju dengan pendapat Takeshi.
Semua Makanan Bisa Terasa Enak Kalau Lagi Lapar
Atas saran temannya, Takeshi mencoba pengalaman baru menjadi pemain
figuran. Ternyata suasana syutingnya molor banget. Pemeran utama wanitanya
ngambek dan gak ada yang bisa ngebujuk.
Makan siangnya pun jadi telat. Tetapi, Takeshi tetap senang karena
dikasih menu catering yang rasanya enak banget. Dia pun membawa pulang 1
bento set, buat dikasih ke istrinya.
Ternyata menurut istrinya rasa makanannya biasa aja. Takeshi cobain lagi
pun berpendapat sama. Kok bisa ya pas di tempat syuting rasanya enak
banget?
"Ya karena tadi siang kamu lagi lapar. Makanya rasanya jadi enak banget
hehehe," kata istri Takeshi.
Saya ngikik pas istrinya bilang gitu. Karena kami tuh paling malas datang
ke resto yang rame banget sampai harus antre lama. Suami selalu bilang,
"kalau kelamaan nunggunya jadi gak tau makanannya memang beneran enak atau
enak karena udah lapar." 😄
Table Manner di Fancy Restaurant
Suatu hari Takeshi jalan-jalan dengan oufit yang agak beda. Sebetulnya
dia merasa kurang nyaman. Tetapi, istrinya yang hari itu ngedandanin
ala-ala turis. Dan, Takeshi gak berani menolak hihihi.
Usai belanja bolpen yang harganya mahal (gara-gara dia gak berani menolak
tawaran SPG hehehe), dia berencana makan pizza dan minum beer. Masuklah ke
salah satu resto Italia. Tapi, yang dia masukin ternyata tipe fancy
restaurant.
Dia baru nyadar ketika mata para tamu resto tertuju kepadanya. Takeshi
menjadi canggung. Apalagi dia gak paham yang namanya table manner. Sampai
dia khawatir bakal diusir ma pramusaji karena merasa malu-maluin.
Menurut saya, ini episode yang paling kocak dari Samurai Gourmet.
Kebingungan Takeshi ketika pramusaji menyebutkan nama-nama menu yang
datang. Ya, nama makanan Western kan suka panjang-panjang. Udah kayak
semua bahan disebutin hihihi.
"Lain kali saya harus bawa tape recorder kalau ke sini lagi supaya gak
lupa nama menunya."
"Tadi bilangnya potato apa, ya? Rasanya memang kayak potato salad. Ini
sih kayak makanan di rumah."
Celetukan-celetukan dalam hati Takeshi saat itu, selalu aja bikin saya
ngikik. Tetapi, makanan lainnya diulas enak. Apalagi menu utamanya yaitu
spaghetti.
Lagi-lagi kecanggungannya muncul. Dia gak terbiasa makan menggunakan
garpu. Menurutnya spaghetti seperti mie. Enaknya dimakan pakai
sumpit.
Setelah perang batin sejenak, dia memutuskan meminta sumpit. Bodo amat
lah dengan yang namanya table manner. Pokoknya setelah pakai sumpit,
menurutnya rasa spaghetti yang disantap jadi lebih enak.
Sahabat KeNai kalau berada di posisi Takeshi tetap ikutin table manner
atau bodo amat, nih? Hehehe
Kalau menurut saya, kita tetap harus berusaha menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Jangan merasa pelanggan adalah raja. Tapi, jadi raja yang
seenaknya hihihi. Tetapi, kalau hanya mengganti garpu dengan sumpit,
kayaknya masih termasuk yang bisa ditoleransi, ya. 😁
Blusukan Kulineran
"Resto dengan menu yang enak, seringkali berlokasi di jalan-jalan yang
jarang dilalui traveler," ujar Takeshi
Makanya dia selalu berjalan kaki ke sana-sini demi mencari kuliner yang
enak. Bahkan seringkali ke jalan-jalan sepi.
Pendapat Takeshi ada benarnya juga. Tetapi, menurut saya, ini berlaku
untuk resto yang belum ternama kayaknya, ya. Karena kalau udah terkenal,
mau lokasinya nyempil-nyempil pun tetap akan rame.
Gara-gara episode ini bikin saya semakin terinspirasi pengen blusukan
kulineran. Kan, seneng banget kalau bisa ketemu ma resto yang gak
(terlalu) ramai. Tetapi, punya menu yang enak. Berasa menemukan hidden
gems.
[Silakan baca: Merchant's Lane, Kafe Tersembunyi di Chinatown, Kuala Lumpur]
[Silakan baca: Merchant's Lane, Kafe Tersembunyi di Chinatown, Kuala Lumpur]
Bernostalgia dengan Kuliner
Diceritakan kalau Takeshi suka beli kroket ketika masih SMP. Bahkan dia
punya cerita spesial tentang makanan ini. Sering dijajanin kakak kelasnya.
Kemudian makan di belakang gedung sekolah.
Ketika sedang belanja, Takeshi melihat gerai yang berjualan aneka
gorengan. Tapi, semua harganya mahal, kecuali kroket. Dia pun membeli
kroket sambil mengenang masa lalu.
Sore harinya, gerai tersebut membuat diskon untuk semua makanannya.
Takeshi tertarik untuk membeli camilan lain. Tapi, akhirnya dia tetap beli
kroket. Karena hanya kroket yang bisa membuatnya bahagia, terkenang masa
remaja. *Jadi pengen nyanyi ... 🎤nostalgia SMA kitaaaa ... indah, lucu,
banyak ceritaaaa ...
Hobi kulineran Takeshi sebetulnya gak hanya seteah pensiun. Dia suka
kulineran ma teman-temannya, terutama saat kuliah. Tetapi, hidupnya
menjadi monoton setelah bekerja.
Selama 38 tahun menjadi karyawan, rutinitasnya selalu sama. Setiap pagi
berlari ke stasiun untuk mengejar kereta. Makan siang selalu di tempat dan
menu yang sama. Langsung pulang ke rumah setelah bekerja. Makanya setelah
pensiun dia juga kulineran ke resto atau mencari makanan yang membuatnya
bernostalgia.
Salah satu tempat yang banyak kenangan untuk saya adalah kawasan Megaria.
Meskipun sekarang udah banyak berubah, tetapi setiap kali ke sini selalu
berasa kayak balik ke masa kecil. Kawasan sekitarnya seperti Menteng
hingga Cikini juga punya rasa berbeda. Karena masa kecil hingga SMP
dihabiskan di sini. Jadi suka berasa bernostalgia.
[Silakan baca: Nostalgia Megaria]
[Silakan baca: Nostalgia Megaria]
Menyikapi Perjalanan Bila Terjadi Drama
Di setiap episode selalu ada kejadian yang membuat Takeshi merasa
terganggu. Misalnya, ada pramusaji yang gak ramah, tamu resto yang
berisik, canggung saat dilihatin banyak tamu resto, dan lain sebagainya.
Pokoknya ada aja kejadian.
Drama-drama kayak gitu suka mancing emosi. Sayangnya Takeshi tipe yang
gak enakan. Malah cenderung penakut. Makanya series ini dinamakan Samurai
Gourmet.
Karena setiap kali merasa terganggu, tapi takut untuk komplen, karakter
Samurai muncul. Sebetulnya ini karakter khayalan Takeshi. Dia selalu
berkhayal menjadi samurai yang gak takut siapapun. Sehingga berani menegur
orang lain.
Setelah tokoh khayalannya menghilang, terkadang keberaniannya mucul.
Tetapi, seringnya gagal. Dia tetap aja takut dan akhirnya memilih
menghindari konflik hehehe. Menurut saya poinnya adalah apapun drama yang
terjadi, tetap belum bikin kapok kulineran dan mencoba berbagai hal
baru.
[Silakan baca: Drama di Kedai Kita, Bogor]
[Silakan baca: Drama di Kedai Kita, Bogor]
Selain 7 alasan di atas, pastinya cara Takeshi menceritakan rasa
makanannya menarik banget. Saya juga belajar dengan visualnya. Apalagi
Takeshi kan ceritanya gak punya akun medsos. Jadi makanan yang ditampilkan
apa adanya. Gak ditambahin props ini itu. Tapi, tetap terlihat menarik dan
sangat menggiurkan.
Series ini juga bisa dijadikan semacam guide kalau mau Jepang, lho. Tentu
kalau untuk muslim tentu harus dipertimbangkan juga. Karena belum tentu
semua yang direview di resto ini bisa dinikmati.
Tetapi, setidaknya saya jadi terinspirasi untuk belajar membuat
ulasan serta ingin juga jalan-jalan ala-ala Samurai Gourmet.
Sahabat KeNai sudah menonton series ini? Wajib ditonton deh kalau suka dengan tema kuliner.
Sahabat KeNai sudah menonton series ini? Wajib ditonton deh kalau suka dengan tema kuliner.
38 Comments
huaaaah aku bacanya sampe pelan-pelan, sambil setel youtube samurai gourmet
ReplyDeleteseneng ya nonton kuliner yang visualnya menarik seperti ini, dan wajah Takeshi yang lugu dan menikmati setiap suapan, seolah kita yang beneran makan sama dia ..
aaah aku mau nonton ah, mumpung di netflix
iya, Mbak. Asik dengan serial Samourai Gourmet :D
Deletelangsung catat Samurai Gourmet, wajib nonton :D
ReplyDeletekarena tentang kuliner dan kegiatan di usia pensiun
jadi inget pak Bondan Maknyus yang tetap berkarya di masa tua
Nah iya bener, Mbak. Pak Bondan versi Jepang hihihi
DeleteWowowow, menarik. Buat yang punya lidah tajam, bisa mengikuti jejak Takeshi di Samurai Gourmet. Mana tahu nanti punya program sendiri, ya kaaaan.
ReplyDeleteYup! Setidaknya bisa lah belajar bikin review kuliner ala Samurai Gourmet
DeleteAku kadang aja nonton film2 drakor dll. Kebetulan aku belu menonton samurai gourment ini, hanya baru baca ulasan kakak di atas. Makasih ya kak.
ReplyDeleteIni bukan drakor, Mas :)
Deletewah ... asyik nih nonton series samurai gourmet, banyak yang bisa dipetik dari jalan cerita filim ini salah satunya keunikan tentang kuliner yang ditampilkan
ReplyDeleteiya, Bu
DeleteNah, kalo aku malah keburu resign alias pensiun dini wkwk. Tersalurlah u.blusukan kuliner juga nih. Jadi pengen nonton juga aku nih ttg Takeshi Gourmet. Pastinya seru ya. Apalagi makan spagheti pake sumpit hehe.
ReplyDeleteiya. Itu salah satu episode yang saya suka :D
DeleteBagus ya sinopsisnya jadi kepo mau nonton film asliya pastinya lebih menjiwai lagi kalau nonton film secara langsung
ReplyDeleteKalau saya sih suka dengan serial ini
DeleteMenarik banget ulasannya Mbak. Pastinya banyak bagian-bagian cerita yang menguras perasaan. Terutama saat Takeshi mengalami hal-hal yang tidak berkenan di hati. Tapi sepertinya dia menemukan sisi lain dari berbagai hal yang sempat terlewatkan saat masih jadi pegawai selama 38 tahun. Pengalaman baru dan juga cerita hidup yang baru.
ReplyDeleteSaya pengen banget nih punya pengalaman seperti ini. Di Bali. Kota impian saya untuk pensiun. Berkelana kesana-kemari. Mengunjungi tempat-tempat baru yang tentu saja belum sempat dijamah oleh publik/umum. Lalu menuliskannya di blog. Agar bisa berbagi dengan orang lain.
Dan saya biasanya akan tertarik membaca kisah blusukan kayak gitu, Mbak :)
DeleteWah Mbak, baca ini kok rasanya Mbak Myra ikut sendiri di perjalanannya Takeshi.
ReplyDeleteSaya juga penasaran hidup seperti apa setelah pensiun nanti. ataukah malah tak ada pensiun?
Buat pekerja lepas kayak kita mungkin pensiun tidak seperti pekerja kantoran, Mbak :)
DeleteIya memang untuk rating resto gak semuanya bisa sesuai yang diharapkan. Ada aja kekurangannya. Dan ini bisa jadi masukan sekaligus hiburan sih tayangannya
ReplyDeleteBetul banget
Deletewah iya, ini tontonan wajib ya mbak buat penggemar kuliner
ReplyDeleteBiar tahu juga cara ngeriview kuliner
Betul banget, Mbak
Deletega sabar nih nonton Samurai gourmet tapi aku lagi fokus baca di wattpad terpesona sama Anthea Feather hihiiiiii
ReplyDeleteSetelah itu nonton serial ini ya, Mbak :)
DeletePaling suka nonton macam kuliner yang disampaikan secara apa adanya, seperti grabak grubuk bangun kesiangan gitu, hihi. Seperti alm. Bondan Winarno juga kan enak tuh ngebahas kulinerannya, gak lebay mo meninggal kan. Aku jadi tertarik mo nonton Takeshi juga deh
ReplyDeletehahaha betul, Mbak. Ini part lebaynya pas bagian tokoh Samurai keluar aja. Tapi, lebay yang menghibur :D
DeleteWah, jadi membuat saya berpikir kembali ini tentang bagaimana kehidupan saya di masa tua nanti. Inginnya sih, tidak merepotkan anak-anak dan sudah bisa ada passive income, setidaknya yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Jadi ingin nonton juga ini Samurai Gourmet
ReplyDeleteMau saya juga begitu, Mbak :)
Deletelucu juga nih ceritanya, jepang emang unik2 bikin cerita. Soal masak, makan, hobi dan olahraga jadi beragam topik yg menarik
ReplyDeleteiya betul banget
DeleteOwh jadi ini tentang kuliner gitu ya Mba, kayaknya seru nih buat ditonton di sabtu malam nanti. Walaupun aku ga begitu suka kulineran sih, makan cuma kalau pas lapar aja heehehe. Kalau suami pasti suka nih
ReplyDeleteSetidaknya ini bisa jadi tontonan yang menghibur :D
DeleteQuote "hidup dimulai di usia tua" keren banget. Jd bisa terus produktif, meski usia tak lagi muda.
ReplyDeletebetul banget, Mas
DeleteWah jadi penasaran nih kak sama serial ini. Tapi sayang aku nggak langganan di Netflix huhuhu. Aku yang suka kulineran, kayaknya wajib banget nonton Samurai Gourmet nih hihi
ReplyDeleteKalau suka kulineran, ini bisa jadi tontonan menarik :)
DeleteAku udah nonton dorama yg sebelumnya mba review, yg red list resto itu 😄. Suka bangetttt. Naah si samurai gourmet ini udh aku masukin dalam list mba. Tapi blm sempet ditonton aja. Ga sabar sih. Pokoknya semua dorama yg temanya kuliner aku sukaaa bangetttt, sama kayak Tokyo midnight diner.
ReplyDeleteNaaah aku tuh punya impian juga kalo pas pensiun nanti, aku Ama suami msh bisa tetep traveling kliling dunia. Itu kenapa aku nabung ya demi itu. Supaya tua nanti kami msh ada kegiatan 😄.
Aku bisa relate bgt Ama cerita Takeshi di sini yg akhirnya baru tahu kalo disekitarnya banyak tempat menarik. Krn orang Jepang pas berangkat kerja atau pulang, itu fokus banget Ama jalanan dan buru2 trus. Tiap kali aku ke Jepang, dan turun di stasiun manapun, trutama yg besar, itu jam 11 malam aja msh ruameee mba, dan mereka jalannya cepeeet banget. Seolah takut ketinggalan. Aku bingung, apa mereka menikmati hidup ga sih.
Cerita di red list resto, aku juga bingung kenapa istri si tokoh utama ga mau ikutan suaminya. Kalo aku, punya suami suka kuliner, udah pasti aku ekorin hahahahaha. Gpp deh nginep di mobil 🤣
Karena istrinya gak suka tidur di mobil, Mbak. Makanya gak pernah mau ikutan hahaha
DeleteTerima kasih untuk kunjungannya. Saya akan usahakan melakukan kunjungan balik. DILARANG menaruh link hidup di kolom komentar. Apabila dilakukan, akan LANGSUNG saya delete. Terima kasih :)